ANALISIS

Pengawasan Pemerintah ke Maskapai Lalai Jangan On Off

ulf | CNN Indonesia
Sabtu, 03 Nov 2018 12:21 WIB
Kecelakaan Lion Air awal pekan ini harus jadi perhatian pemerintah untuk mempertegas pemberlakuan sanksi ke maskapai yang mengabaikan aspek keselamatan.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pesawat Lion Air JT 610 dengan tujuan Bandar Udara Depati Amir di Pangkal Pinang jatuh pada Senin (29/10) di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat. Pesawat jenis Boeing 737 Max 8 tersebut membawa 189 orang di dalamnya yang terdiri dari 181 penumpang, pilot dan kopilot serta enam awak kabin.

Saat ini, evakuasi korban dan pesawat nahas itu terus dilakukan oleh tim gabungan Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Komite nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Direktur Operasi dan Latihan Basarnas Brigjen (Mar) Bambang Suryo Aji menyatakan berdasarkan temuan Basarnas di lokasi jatuhnya Lion Air JT 610, kemungkinan tidak ada penumpang yang selamat.

"Prediksi saya sudah tidak ada yang selamat. Karena korban yang ditemukan kondisinya sudah tidak utuh. Ditambah lagi sudah berapa jam ini," kata Bambang dalam konferensi pers, di Kantor Basarnas, Senin (29/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Musibah Lion Air yang jatuh di perairan Karawang, menambah catatan panjang insiden yang dialami Lion Air. Maskapai yang identik dengan warna merah dan putih ini memiliki catatan masalah sejak beberapa tahun silam. 

Pada 2009, data yang dirangkum CNN Indonesia.com menunjukkan ada empat masalah yang terjadi pada penerbangan pesawat tersebut. Pada 23 Februari 2009 pesawat Lion Air dari Bandara Polonia, Medan, dengan tujuan Batam mengalami kerusakan selama di udara sehingga roda pesawat tidak bisa dikeluarkan dari badan pesawat.

Pesawat kemudian mendarat darurat di Bandar Udara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau. Tidak berselang sebulan pada 9 Maret 2009 Pesawat Lion Air yang datang dari Makassar, Sulawesi tergelincir keluar landasan di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, karena hujan deras. 


Lion Air juga mengalami insiden tergelincir
saat mendarat di Bandar Udara Selaparang, Mataram, Nusa Tenggara Barat pada 27 Juni 2009 lalu. Pada 13 Desember 2009 Lion Air kembali tergelincir saat mendarat di Bandara Udara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru.

Selanjutnya, sejak 2010-2012 Lion Air kembali mengalami insiden tergelincir sebanyak kurang lebih lima kali. Satu kali insiden tergelincir di 2010, tiga kali insiden tergelincir di 2011, dan satu kali insiden tergelincir di 2012.

Insiden seakan berlanjut tiap tahunnya. Pada 13 April 2013 pesawat Lion Air JT 904 rute Bandung-Bali gagal mendarat sehingga keluar dari landasan pacu. Tahun 2014 Lion Air selamat dari masalah.

Akan tetapi, tahun 2015 setidaknya ada dua permasalahan yang dialami oleh Lion Air. Pada 9
 Oktober 2015 pesawat Lion Air rute Makassar-Jakarta dengan nomor penerbangan JT773, gagal memberangkatkan penumpang karena masalah mesin. Setelah sempat take off pukul 06.30 WITA, pesawat ini akhirnya kembali ke Bandara Sultan Hasanuddin sekitar pukul 08.00 WITA. 

Lalu pada 20 Desember 2015 pesawat Lion Air JT-772 tujuan Jakarta-Makassar, terpaksa mendarat di Bandara Surabaya lantaran temperatur udara di kabin terlalu dingin hingga membuat air membeku. Tahun berikutnya, pada 5 Januari 2015 pesawat Lion Air Boeing 737-900ER dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta tujuan Pekanbaru mendarat di Bandara Internasional Hang Nadim Batam karena mengalami kerusakan pada sayap.

Sebulan kemudian pada 
20 Februari 2016 pesawat Lion Air kembali tergelincir di Bandara Juanda. Lalu pada 2018, setidaknya sudah ada dua kali insiden Lion Air yaitu pada 1 April 2018 pesawat Lion Air JT600 dengan rute Jakarta-Jambi mengalami dekompresi kabin atau tekanan udara berkurang saat sedang mengudara sehingga penumpang harus menggunakan selang oksigen. 

Perlu Tegas Jalankan Sanksi ke Maskapai LalaiIlustrasi. (Dok. Puspen TNI).

Akibat kejadian itu, pesawat mendarat darurat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang. Kemudian, pada 29 April 2018 pesawat Lion Air tergelincir di Bandar Udara Djalaluddin, Gorontalo (GTO), Minggu 29 April 2018 sekira pukul 18.35 WITA. 

Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan insiden-insiden tersebut menunjukkan kelemahan pada sistem manajemen dalam tubuh Lion Air. Untuk itu, ia mengatakan pemerintah melalui Kementerian Perhubungan perlu melakukan audit menyeluruh atas Lion Air.

Menurutnya Kementerian Perhubungan memiliki diskresi untuk mengaudit sebuah maskapai penerbangan. Diskresi merupakan keputusan atau tindakan yang ditetapkan atau dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan konkret ."Kemenhub bisa perintahkan setop operasi misalnya, dalam seminggu untuk diaudit misalnya. Itu kan tegas, setelah diaudit nanti temuannya apa," kata Alvin.

Kementerian Perhubungan sendiri memiliki instrumen berupa sanksi administratif bagi maskapai penerbangan. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 78 Tahun 2017 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan di Bidang Penerbangan. Pada Pasal 3 permenhub tersebut disebutkan setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dikenakan sanksi administratif.

Jenis sanksi administratif kemudian dirinci pada Pasal 11 Permenhub 78 Tahun 2017 berupa peringatan, pembekuan, pencabutan, dan denda administratif. 
Alvin menilai pemerintah harus mengambil tindakan lebih tegas atas kecelakaan Lion Air kali ini. 

"Kadang aturan tegas, tapi implementasinya yang terlalu banyak toleransi. Misalnya kalau dilihat rekaman keamanan Lion Air sampai dengan 2013. Kan sangat sering terjadi kecelakaan. Tapi tidak ada tindakan tegas, paling hanya ditegur," kata Alvin.

Perlu Tegas Jalankan Sanksi ke Maskapai LalaiIlustrasi. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni).

Audit dan Pengawasan

Pengamat Industri Penerbangan Budhi Mulyawan Suyitno mengatakan untuk melakukan pengawasan Kemenhub bisa menggunakan kategorisasi maskapai. Hal ini pernah diterapkan di Indonesia pada tahun 2007.

Budhi menjelaskan Kemenhub perlu mengevaluasi 20 elemen secara menyeluruh pada maskapai penerbangan, meliputi organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM), manajemen keselamatan, dan infrastruktur.

Hasil penilaian itu akan menentukan kategori maskapai penerbangan. 
Kategori satu merupakan maskapai yang memiliki tingkat penilaian pada rentang 80-100. Itu berarti maskapai tersebut memiliki kualitas yang bagus untuk setiap indikatornya.

Sementara maskapai kategori kedua memiliki rentang nilai 60-80. Untuk maskapai kategori ketiga dengan nilai di bawah 60, maka Kemenhub perlu memberikan pengawasan dan pembinaan khusus.

Budhi mengatakan, kategori ini diperbaharui tiap tiga hingga empat bulan.
"Ini yang dijadikan pedoman untuk memberikan pengawasan yang yang lengkap untuk airlines dan memberikan sanksi. Kalau kami lihat di kategori tiga dulu ada Adam Air yang dijatuhi sanksi dicabut ijin operasinya dan ditutup, tahun 2008," kata Budhi.

Sementara itu, dalam Pasal 4 Permenhub 78 Tahun 2017 disebutkan pelanggaran maskapai dikenali berdasarkan hasil pengawasan Inspektur Penerbangan. Pengawasan Inspektur Penerbangan tersebut kemudian dirinci pada Pasal 5 Permenhub 78 Tahun 2017 meliputi audit, inspeksi, pengamatan, pemantauan, dan pengujian.

Budhi melanjutkan untuk penilaian atas regulator penerbangan Indonesia dilakukan oleh badan internasional, salah satunya Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Hasil audit ICAO pada 2017 menyebut skor layanan navigasi Indonesia sebesar 84,09 persen.

ICAO menilai delapan bidang audit untuk memastikan negara anggota secara efektif dan konsisten menerapkan elemen penting sistem pengawasan keselamatan. Akan tetapi, ia menggarisbawahi Kemenhub harus secara konsisten dalam melakukan pengawasan sesuai regulasi.

"Jadi pengawasan harus konsisten jangan on off, on off," kata Budhi.

Ia juga menyoroti kekosongan jabatan pada posisi Dirjen Perhubungan Udara. Sebelumnya Dirjen Perhubungan Udara Agus Santoso lengser dari jabatannya karena pensiun. Saat ini, jabatan tersebut diisi sementara oleh Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Udara M. Pramintohadi Sukarno.

"Kekosongan penjabat itu mengganggu atau tidak yang bisa menilai adalah menteri," kata Budhi.

   (agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER