Harga Minyak Dunia Terangkat Sinyal Permintaan Global

CNN Indonesia
Kamis, 20 Des 2018 07:38 WIB
Harga minyak dunia menguat pada perdagangan Rabu (19/12) waktu Amerika Serikat (AS), dipicu data yang menunjukkan kuatnya permintaan untuk produk pengilangan.
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo).
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah dunia menguat pada perdagangan Rabu (19/12), waktu Amerika Serikat (AS), dipicu laporan data yang menunjukkan kuatnya permintaan untuk produk pengilangan.

Dilansir dari Reuters, Kamis (20/12), harga minyak mentah berjangka Brent menguat US$0,61 atau 1,1 persen menjadi US$56,87 per barel.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI). Harga WTI awal bulan yang kedaluwarsa Rabu kemarin naik US$1,19 atau 2,6 persen menjadi US$47,43 per barel, sedangkan kontrak WTI bulan kedua naik US$1,07 per barel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat persediaan minyak mentah AS merosot selama tiga pekan berturut-turut. Pasokan menurun 497 ribu per barel pada pekan yang berakhir 14 Desember 2019. Realisasi tersebut jauh di bawah estimasi analis yang memperkirakan penurunan mencapai 2,4 juta barel.

Stok minyak distilasi, termasuk minyak Solar dan minyak pemanas, merosot sebesar 4,2 juta barel, berbeda dari ekspektasi yang diperkirakan akan naik 573 ribu barel.

Permintaan minyak distilasi naik ke level tertinggi sejak Januari 2003 yang memicu pembelian, khususnya pada kontrak berjangka minyak pemanas yang merupakan pengganti untuk produk Solar. Harga kontrak berjangka minyak pemanas naik 2,7 persen menjadi US$1,8 per galon.


Pada perdagangan Selasa (18/12) lalu, harga minyak Brent sempat tertekan ke level US$55,89 per barel, terendah sejak Oktover 2017. Sementara itu, harga WTI anjlok ke level US$45,79 per barel, terendah sejak Agustus 2017.

Secara umum, pasar keuangan berada di bawah tekanan akibat kekhawatiran terhadap kenaikan suku bunga acuan AS. Seperti diperkirakan, Bank Sentral AS Federal Reserves mengerek suku buga acuannya pada Rabu (19/20), waktu setempat. The Fed juga memberi sinyal bahwa kenaikan suku bunga secara bertahap di masa mendatang masih diperlukan.

Setelah keputusan The Fed tersebut, harga minyak merosot seiring penguatan indeks dolar AS. Sebagai catatan, semakin kuat dolar AS bakal membuat harga komoditas yang diperdagangkan dengan dolar AS menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain.


"Ada sedikit kekecewaan bahwa The Fed belum selesai (menaikkan suku bunga acuan)," ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn di Chicago.

Menurut Flynn, pelaku pasar khawatir jika The Fed mengerek suku bunga acuannya, pertumbuhan ekonomi akan melambat dan secara bersamaan akan menekan permintaan.

Selanjutnya, harga Brent dan WTI telah merosot lebih dari 39 persen sejak awal Oktober seiring kenaikan pasokan minyak mentah.

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, telah sepakat untuk memangkas produksinya sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) demi mengerek harga.


Namun, pemangkasan itu baru akan terealisasi mulai Januari 2019. Sementara, produksi telah atau hampir mencetak rekor di AS, Rusia, dan Arab Saudi.

Sumber dari pelaku industri mengatakan produksi minyak Rusia telah mencapai 11,42 juta sejauh ini untuk bulan ini. Pada Rabu kemarin, Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih memperkirakan persediaan minyak global bakal merosot pada akhir kuartal pertama tahun depan. (sfr/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER