Jakarta, CNN Indonesia -- Mayoritas investor
reksa dana saham terpaksa gigit jari sepanjang tahun lalu. Bukannya memberikan
imbal hasil (
return), tetapi rata-rata kinerja reksa dana tersebut justru minus.
Mengutip data PT Infovesta Utama, rata-rata imbal hasil (
return) reksa dana saham minus mencapai
3,67 persen pada 2018. Realisasi itu paling buruk dari reksa dana lainnya, contoh imbal hasil reksa dana pendapatan tetap yang hanya minus 2,2 persen dan campuran sebesar 2,09 persen.
Sementara, reksa dana pasar uang mencatatkan kinerja positif dengan memberikan cuan kepada investor rata-rata sebesar 4,18 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senior Research Analyst Infovesta Utama Praska Putrantyo menjelaskan kinerja reksa dana saham sangat berkorelasi dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada 2018, pasar saham Indonesia turun
2,53 persen ke level 6.194 dari posisi penutupan 2017 lalu yang di level 6.355.
"Sebenarnya IHSG bergerak positif pada kuartal I 2018, tapi setelah itu kan terus turun. Itu juga terjadi pada reksa dana saham," tutur Praska kepada
CNNIndonesia.com, Senin (14/1).
Penyebabnya, kata Praska, The Fed yang mulai gencar menaikkan suku bunga acuannya tahun lalu. Walhasil, rupiah kian melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan pelaku pasar asing banyak yang melarikan investasinya ke luar negeri.
Dengan kondisi itu, Bank Indonesia (BI) terpaksa mengikuti langkah bank sentral Amerika Serikat demi mengamankan mata uang Indonesia yang terus terkapar dan dana asing yang menipis. Walhasil, BI mengerek suku bunga acuannya sebanyak enam kali menjadi 6 persen pada tahun lalu.
Seperti diketahui, kenaikan suku bunga acuan adalah musuh besar untuk IHSG. "Belum lagi juga ada perang dagang antara AS dengan China. Jadi saham rontok semua," jelas Praska.
 Kinerja industri reksa dana 2018. (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi). |
Senada, Analis Pasardana Arief Budiman mengklaim penurunan kinerja reksa dana saham lebih disebabkan oleh faktor eksternal. Beruntung, laju IHSG jelang tutup tahun kemarin bergerak positif, sehingga penurunan kinerja reksa dana saham bisa lebih terbatas.
"Akhir November sampai Desember sebenarnya IHSG kan merangkak, itu juga karena ada faktor
window dressing," kata Arief.
Window dressing adalah strategi yang biasanya dilakukan oleh perusahaan asset manajemen untuk mempercantik portofolio perusahaan dengan melakukan banyak transaksi beli.
Bahana Hingga BNI MinusPT Bahana TCW Investment Management menjadi salah satu perusahaan yang tak memberikan cuan kepada investor yang membeli produk reksa dana saham tahun lalu. Sebab, kinerja reksa dana saham perusahaan lebih buruk dari industri.
Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo mengatakan hampir seluruh produk reksa dana saham yang dimiliki perusahaan mencatatkan penurunan kinerja. Menurutnya, reksa dana saham perusahaan turun berkisar 5-9 persen.
"Kinerja turun karena portofolio kami sebagian besar merupakan saham
blue chip yang terkena imbas penjualan oleh asing," tutur Soni.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pelaku pasar asing di pasar saham memang tercatat jual bersih (
net sell) sepanjang 2018 sebesar Rp50,74 triliun. Bila dirinci, asing sempat masuk sebesar Rp728,93 triliun, tapi mereka juga menarik dananya hingga Rp779,68 triliun.
Sementara, Infovesta Utama merinci beberapa produk reksa dana saham Bahana TCW Investment Management yang turun, antara lain Bahana Primavera 99 minus sebesar 4,76 persen, Bahana Icon Syariah 7,37 persen, Bahana Stellar Equity Fund dan Bahana Trailblazer Fund yang sama-sama minus 8,48 persen, serta Bahana Dana Prima 10,13 persen.
Tak hanya Bahana TCW Investment Management, beberapa produk reksa dana yang dirilis oleh PT BNI Asset Management, PT Sinarmas Asset Management, PT Panin Asset Management, dan PT PT Manulife Aset Manajemen Indonesia juga membukukan kinerja minus.
Namun, masih ada perusahaan asset manajemen yang berhasil memberikan imbal hasil kepada nasabahnya yang mengonsumsi reksa dana saham, misalnya PT Sucorinvest Asset Management.
Jemmy Paul Wawointana, Direktur Utama Sucorinvest Asset Management menjelaskan imbal hasil reksa dana saham sepanjang 2018 bervariasi sekitar 5-18 persen. Ia mengaku manajemen begitu selektif memilih saham yang masuk dalam portofolio reksa dana yang diterbitkan perusahaan.
"Tahun lalu top lima saham kami misalnya ada PT Adhi Karya (Persero) Tbk dan PT Bukit Asam Tbk. Itu yang naik banyak, sisanya kami melakukan
trading saham," papar Jemmy.
Ia mengatakan perusahaan selalu mengganti isi portofolio saham dalam produk reksa dananya setiap kuartal. Namun, Jemmy enggan membocorkan saham mana saja yang akan diubah pada kuartal I tahun ini.
Reksa Dana Pasar Uang TerbaikSejumlah analis menilai kinerja reksa dana pasar uang bisa menjadi yang terbaik tahun lalu karena aset yang masuk dalam reksa dana tersebut mendapatkan sentimen positif dari faktor eksternal berupa kenaikan bunga The Fed.Arief menuturkan reksa dana pasar uang berisikan deposito dan sukuk atau obligasi yang memiliki jatuh tempo di bawah satu tahun. Ketika The Fed menaikkan suku bunganya, BI mengikuti langkah The Fed sehingga perbankan juga mengerek suku bunga deposito agar nasabah tak melarikan dananya ke luar negeri."Kalau bunga deposito naik, jadi kan imbal hasil deposito yang dibeli oleh perusahaan asset management itu juga naik," kata Arief.Kinerja reksa dana pasar uang Bahana TCW Investment Management hampir serupa dengan industri. Soni menyebut penyumbang imbal hasil tertinggi sepanjang tahun lalu berasal dari reksa dana pasar uang, yakni sekitar 5-9 persen."Imbal hasil yang positif karena instrumen pasar uang tidak terpengaruh sentimen pasar," tutur Soni.Beberapa produk reksa dana pasar uang Bahana TCW Investment Management yang mencetak imbal hasil, di antaranya Bahana Liquid Priority Fund sebesar 10,47 persen dan Bahana Likuid Plus 6,26 persen.Berbeda dengan Bahana TCW Investment Management, Jemmy mengaku jenis reksa dana yang paling banyak memberikan imbal hasil pada 2018 adalah reksa dana campuran sebesar 10-23 persen. Sementara, reksa dana pasar uang hanya 5,7 persen."Di industri reksa dana pasar uang memang masih positif karena dana diinvestasikan sebagian besar pada deposito atau obligasi dibawah satu tahun yang tidak mengalami penurunan harga melebihi besar kupon tahunan," jelas Jemmy.Adapun, Infovesta Utama mencatat lima produk reksa dana pasar uang yang berhasil memberikan imbal hasil terbesar sepanjang 2018, yakni Emco Pasar Uang Berkembang milik PT Emco Asset Management sebesar 33,62 persen, Cipta Dana Lancar milik PT Ciptadana Asset Management sebesar 13,59 persen, Bahana Liquid Priority Fund milik Bahana TCW Investment Management sebesar 10,47 persen, Cipta Dana Tunai milik Ciptadana Asset Management sebesar 6,9 persen, dan Prospera Dana Lancar yang diterbitkan oleh PT Prospera Asset Management sebesar 6,71 persen.
2019, Reksa Dana Saham BangkitSejumlah pihak dari pelaku usaha dan analis optimistis kinerja reksa dana saham akan sembuh pada tahun ini. Jumlah imbal hasilnya diprediksi lebih unggul dari reksa dana lain, khususnya reksa dana pasar uang.Jemmy mengatakan pasar saham secara historis selalu bergerak positif pada tahun politik. Kebetulan, tahun ini akan diselenggarakan pemilihan presiden (pilpres) pada April mendatang.Data BEI menunjukkan IHSG pada 2004 silam naik sebesar 44,56 persen, kemudian pada 2009 naik 86,98 persen dan 2014 naik 22,29 persen."Jadi reksa dana saham mungkin menjadi yang terbaik ya," imbuh Jemmy.Ditambah, ia memprediksi pelaku pasar asing kembali menanamkan dananya di pasar saham. Hal itu tentu akan menjadi obat kuat bagi IHSG."Ada tren arus dana asing kembali ke negara berkembang dari Amerika Serikat," jelas Jemmy.
Apalagi, Arief melihat dalam dua minggu terakhir performa IHSG cukup positif. Pekan lalu saja, IHSG menembus rekornya dalam dua hari berturut-turut dan berakhir di level 6.361."Kalau kondisi domestik terus bagus, ada kemungkinan reksa dana saham bisa lebih tinggi tahun ini daripada produk lain," ujar Arief.Reksa dana saham juga terbilang lebih atraktif dibandingkan dengan produk reksa dana lainnya, seperti campuran, pendapatan tetap, dan pasar uang. Dengan demikian, potensi untung yang diraih dari investasi reksa dana saham jauh lebih besar dengan catatan ekonomi dalam negeri dan eksternal positif."Dari eksternal tetap harus diperhatikan sentimen perang dagang. Ada kemungkinan perang dagang melunak, tapi tetap harus dilihat," pungkas Arief.