Presiden
Joko Widodo (Jokowi) menyebut keuntungan PT
Pertamina (Persero) mencapai kisaran Rp20 triliun pada 2018. Menurutnya, perolehan laba tersebut membuktikan bahwa perusahaan minyak raksasa nasional itu masih mampu memperoleh keuntungan, meski menjalankan berbagai penugasan dari pemerintah. Artinya, penugasan yang diberikan pemerintah tidak membuat bisnis dan kinerja keuangan Pertamina tertekan.
"Pertamina kemarin laporan lisan kepada saya, untungnya di atas Rp20 triliun kok," ucapnya usai menghadiri acara ulang tahun Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (12/2).
Meski kembali membukukan laba, namun kepala negara meminta Pertamina bisa lebih efisien dan meningkatkan daya saing produk yang didistribusikannya dari harga yang dijual pesaing. Salah satunya, dengan menjual BBM jenis Avtur dengan harga yang lebih rendah bagi maskapai penerbangan domestik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, harga Avtur Pertamina tengah dikeluhkan lantaran hanya dimonopoli oleh perusahaan pelat merah itu. Keluhan itu muncul lantaran harga Avtur yang dimonopoli Pertamina itu dinilai lebih tinggi sekitar 30 persen dari pesaing terdekatnya. Hal ini dituding menjadi biang kerok kenaikan tarif tiket pesawat untuk penerbangan domestik.
Di sisi lain, meski mendapat laba, namun kantong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu sejatinya tidak lebih gemuk bila dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2017, perusahaan pelat merah itu berhasil mengantongi laba sekitar US$2,41 miliar atau setara Rp32,24 triliun dengan asumsi kurs rupiah sekitar Rp13.370 per dolar AS pada akhir tahun tersebut.
Elia Massa Manik yang menjabat sebagai direktur utama Pertamina kala itu mengatakan perolehan laba merosot pada 2017 karena harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri tidak naik, meski ada perubahan tingkat harga minyak mentah dunia.
Saat itu, harga minyak dunia meningkat sekitar 27 persen dari US$40,16 per barel menjadi US$51,17 per barel. Namun, pemerintah tetap tidak mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM.
Padahal di sisi lain, perseroan 'mati-matian' melakukan efisiensi dengan perkiraan mencapai 26 persen dari total keseluruhan biaya produksi. "Ini berimbas pada penurunan laba bersih perusahaan sebesar 24 persen dibandingkan 2016," kata Elia kala itu.
Sementara pada 2018, sebenarnya harga minyak mentah dunia kembali menjadi tantangan bagi Pertamina. Harga minyak mentah dunia sempat menyentuh titik tertinggi mencapai kisaran US$77 per barel.
Meski, rata-rata harga minyak riil pada 2018 sebesar US$71,76 per barel. Hal ini karena harga minyak dunia mulai merosot pada beberapa bulan jelang tutup tahun 2018. Namun, dampak kenaikan harga minyak mentah dunia dipastikan memberi tekanan kepada Pertamina.
Apalagi, kenaikan harga BBM jenis Premium yang disubsidi pemerintah sempat batal dinaikkan. Meski untuk BBM jenis Pertamax sempat dikerek dalam beberapa bulan.