Jakarta, CNN Indonesia --
Harga minyak mentah dunia melonjak lebih dari 2 persen pada perdagangan Senin (22/4), waktu Amerika Serikat (AS). Hal itu dipicu kekhawatiran pasokan yang minim setelah AS mengumumkan bakal menekan
ekspor Iran.
Dilansir dari
Reuters, Selasa (23/4), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$2,07 atau 2,88 menjadi US$74,04 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung, harga Brent sempat menyentuh level US$74,52 per barel, tertinggi sejak 1 November 2018.
Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1,7 atau 2,66 persen menjadi US$65,7 per barel. Selama sesi perdagangan, WTI sempat terdongkrak ke level US$65,92, tertinggi sejak 31 Oktober 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada November 2018 lalu, AS mengenakan kembali sanksi terhadap ekspor minyak Iran. Namun, AS memberikan pengecualian terhadap delapan negara untuk tetap dapat membeli minyak dari Iran yaitu, China, India, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Turki, Italia, dan Yunani. Kedelapan negara tersebut diizinkan untuk dapat membeli minyak Iran secara terbatas dalam tempo 6 bulan.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menegaskan tujuan AS adalah menekan ekspor minyak Iran hingga ke level nol.
Maka itu, Gedung Putih menyatakan akan menghapus seluruh pengecualian terhadap pengenaan sanksi Iran pada Mei 2019 mendatang. Saat ini, AS memberlakukan pengecualian terhadap delapan negara yang masih bisa mengimpor minyak dari Iran.
"Premi risiko geopolitik kembali ke pasar, dan dalam jumlah besar," ujar Partner Again Capital LLC John Kilduff di New York.
Menurut Kilduff, penghapusan pengecualian yang diberlakukan AS akan menekan pasokan minyak Iran di pasar global. Pasalnya, negara lain akan menghindari pembelian minyak dari Iran agar tidak berhadapan dengan sanksi AS.
Seorang pejabat senior AS mengatakan kepada
Reuters pemerintah AS tengah mencari cara untuk mencegah Iran mengakali pemberlakuan sanksi yang dipicu oleh tudingan mengingkari perjanjian nuklir tersebut.
Iran menyatakan keputusan untuk tidak memperpanjang pemberian pengecualian tidak bernilai. Namun, berdasarkan keterangan Menteri Luar Iran yang dikutip dari kantor berita, Iran terus berkomunikasi dengan mitra Eropa dan tetangga dan akan bersikap sesuai ketentuan.
Penurunan ekspor Iran akan memperketat pasokan di pasar lebih jauh.
Sebagai catatan, AS juga mengenakan sanksi terhadap anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) Venezuela.
Selain itu, OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, juga telah memangkas produksinya secara sukarela sejak awal tahun. Pemangkasan tersebut telah mendongkrak harga minyak lebih dari 35 persen tahun ini.
Konsumen terbesar minyak Iran adalah China dan India. Sumber
Reuters menyatakan India berharap AS mengizinkan sekutunya untuk tetap membeli minyak dari Iran dari pada menghentikan pembelian secara keseluruhan mulai Mei.
Presiden AS Donald Trump menyatakan Arab Saudi maupun negara OPEC lain mampu menutup setiap penurunan pasokan minyak dari Iran.
Arab Saudi akan berkoordinasi dengan negara produsen lain untuk memastikan pasokan cukup di pasar dan pasar dalam keadaan seimbang.
[Gambas:Video CNN]
"Secara keseluruhan, kami memperkirakan Arab Saudi akan meningkatkan output, kemungkinan untuk membatasi harga Brent tetap berada di kisaran US$75- 76 per barel, yang akan diikuti oleh beberapa peningkatan pada periode musim semi," ujar Pimpinan Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch dalam catatannya.
(sfr/lav)