Jakarta, CNN Indonesia -- Terlahir sebagai putri seorang pengusaha
taksi ternama, PT
Blue Bird Tbk tak membuat Noni Sri Aryati Purnomo tumbuh menjadi remaja yang manja. Putri pertama dari pasangan purnomo Prawiro dan Endang Basuki ini justru menempa diri untuk terus banyak belajar tentang pengelolaan bisnis, hingga akhirnya dipercaya meneruskan tongkat estafet perusahaan keluarga.
Noni bercerita, pelajaran pertama berbisnis justru datang dari garasi rumahnya. Saat itu, Blue Bird mulai didirikan pada 1 Mei 1972.
"Karena mulai dari garasi dan saya juga tinggal di situ, sehingga
involvement (keterlibatan) saya terhadap bisnis itu juga sudah terjadi dari waktu saya masih kecil. Banyak sekali hal-hal yang saya pelajari justru pada saat saya waktu kecil," tuturnya kepada
CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perempuan yang lahir pada 20 Juni 1969 silam ini banyak belajar tentang kejujuran, integritas, disiplin, kerja keras, hingga kekeluargaan dari orang-orang terdekatnya. Ia mengaku justru mendapatkan pelajaran tentang hidup dari sang nenek, almarhumah Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono yang merupakan pendiri Blue Bird. Tentu pula kedua orang tua turut mendukungnya.
Kakak dari Sri Adriyani Lestari Purnomo dan Adrianto Djokosoetono ini bahkan tak malu-malu untuk mulai bekerja di perusahaan sebagai pekerja paruh waktu sejak duduk di bangku SMA. Hal itu dilakukan untuk melakukan input data.
Noni tak lantas puas dengan kemampuan yang ia miliki. Ia memutuskan untuk meninggalkan tanah air guna mengenyam pendidikan di University of Newcastle, Australia. Tak tanggung-tanggung, ia mengambil Jurusan Teknik Industri sehingga ia banyak belajar mengenai bisnis transportasi.
Hidup di luar negeri memberikan tantangan tersendiri bagi Noni. Ia tak hanya menghadapi tantangan berpisah jauh dari keluarga, tetapi juga dituntut beradaptasi dengan jurusan yang mayoritas diisi para lelaki.
"Di teknik industri saya banyak belajar bagaimana mengefisienkan proses bisnis, tesis saya yang terakhir adalah proyek efisiensi di bengkel," katanya.
Setelah kembali ke Tanah Air, Noni belajar tentang pemasaran di Jakarta Convention and Exhibition Bureau. Jiwa pekerjanya makin terasah.
Pagi hari, ia bekerja di Jakarta Convention and Exhibition Bureau, sedangkan malam harinya ia bekerja di Blue Bird.
Setelah 1,5 tahun menjalani kehidupan dengan pekerjaan ganda, Noni kembali terbang ke luar negeri untuk belajar University of San Francisco, Amerika Serikat. Demi mendukung kelancaran bisnis Blue Bird, ia mengambil Master of Business Administration (MBA), dengan dua konsentrasi yakni finance (keuangan) dan marketing (pemasaran).
Babak baru kehidupan dimulai ketika ia menamatkan S2. Noni mengaku ingin bekerja di luar negeri, bahkan ia sudah diterima di salah satu perusahaan multinasional di New York, AS. Namun, panggilan hatinya menuntunnya untuk pulang ke tanah air dan meneruskan usaha keluarga.
[Gambas:Video CNN]
"Waktu saya mau berangkat satu minggu sebelum pindah dari San Fransisco ke New York, nenek saya telpon. Nenek saya bilang kamu mendingan balik saja, karena kamu bisa kontribusi lebih banyak kalau kamu kembali ke perusahaan pada saat ini. Saya pikir oke, itu namanya juga panggilan. Jadi saya kembali ke Jakarta dan mulai bekerja full time di Blue Bird sampai sekarang," tuturnya.
Setelah itu, ia mengabdikan dirinya untuk membesarkan Blue Bird. Tahun 2013, Noni dipercaya sebagai Direktur Utama Blue Bird Grup. Tepat pada 22 Mei 2019, Noni diberikan amanah untuk menggantikan ayahnya Purnomo Prawiro sebagai Direktur Utama PT Blue Bird Tbk.
Bagaimana tantangan yang dihadapi Bos Taksi Blue Bires dalam menjalankan bisnisnya. Berikut cuplikan wawancara khusus
CNNIndonesia.com dengan Noni Purnomo.
Apa tantangan memimpin bisnis keluarga, industri transportasi yang mayoritas di kelilingi praktisi laki-laki? Saya pikir mau perusahaan keluarga ataupun bukan, pasti mempunyai tantangan sendiri-sendiri. Tahun 2015, PT Blue Bird Tbk sudah menjadi perusahaan publik sehingga tata kelola itu sudah lebih terbuka dan transparan. Di dalam keluarga sendiri kami sudah bersatu menjaga kelestarian dari perusahaan itu sendiri.
Waktu almarhumah (Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, nenek dari Noni Purnomo) meninggal, pesan beliau kepada generasi saya adalah, kamu harus ingat bahwa tanggung jawab kamu adalah bukan hanya kepada keluarga kami, tetapi justru lebih kepada keluarga semua pengemudi dan karyawan.
Positifnya, karena perusahaan keluarga, kami mempunyai pandangan yang lebih panjang, jadi lebih mudah mengambil
decision-nya. Kuncinya adalah bagaimana kami bisa saling hormat terhadap sesama yang lain.
Intinya, kami harus menghargai orang itu, dari keseluruhan orang itu, as a person, sebagai manusia seutuhnya bukan dilihat dari bentuk luarnya, apakah orang itu perempuan atau laki-laki.
Tentu saja setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Nah kami diajarkan untuk melihat hal itu, karena setiap orang memiliki sisi feminim dan sisi maskulin. Nah tinggal kita menentukan kapan kita menggunakan sisi feminim kapan kita menggunakan sisi maskulin. Laki-laki pasti harus pernah menggunakan sisi feminimnya, jadi tidak harus selalu sisi maskulin.
Kalau kami pergi ke suatu tempat dengan banyak laki-laki, kadang-kadang memang terintimidasi. Tapi seiring berjalannya waktu, lama-lama terbiasa. Apalagi industri taksi bukan industri yang tinggal di belakang meja. Jadi kami harus turun ke lapangan, bertemu dengan banyak orang, kadang harus bertemu orang lain di jalan.
Jadi saya pikir, justru itu merupakan pembelajaran. Bagaimana kami bisa belajar dari setiap kejadian yang ada. Saya melihat itu sebagai kelebihan, bahwa kadang-kadang berbeda itu malah baik.
Apa kuncinya agar bisa bertahan ketika merasa terintimidasi? Kalau buat saya, saya justru tidak pernah merasa jadi
number one (nomor satu). Jadi semua itu
about team work. Mungkin saya justru merasa, ini kembali lagi kepada ayah dan nenek saya. Mereka selalu mengajarkan bahwa pada saat kami di atas, justru kami harus berpikir bagaimana kami bisa membantu bawahan kami untuk bisa bekerja lebih baik.
Saya pikir yang paling utama sebagai CEO atau pemegang puncak pimpinan adalah soal tanggung jawab. Tanggung jawabnya besar sekali, tetapi sebagai manusia biasa, tidak selalu benar. Menurut saya pemimpin yang sukses justru orang yang bisa melihat kekurangan dan kelebihan diri sendiri serta timnya, sehingga kami semua bisa bersatu untuk memajukan perusahaan secara
sustainable. Apa ada cita-cita lain yang ingin ibu capai? Saya sebenarnya ingin bekerja di perusahaan multinasional di New York, tetapi pada akhirnya harus kembali ke Tanah Air. Memang pada saat itu ada perasaan 'wah kok gini sih'. Tapi nenek saya selalu bilang, segala sesuatu itu terjadi untuk sesuatu yang lebih baik. Kenyataannya kami tidak pernah tahu, kalau saya ambil jalur itu, terus akhirnya jadi seperti apa. Hal yang penting adalah kami fokus kepada jalur yang ada sekarang.
Soal keinginan, saya pikir yang paling penting long time purpose (tujuan jangka panjang) dahulu. Saya waktu itu pernah membuat visi hidup yang sebetulnya sering saya baca lagi supaya mengingatkan diri saya lagi. Karena apapun yang kami lakukan sekarang itu jangan hanya dilakukan hanya untuk saat ini saja. Karena nanti kami gampang frustasi dan gampang bosan.
Tujuan hidup saya itu adalah satu saya ingin dianggap sebagai ibu yang baik, karena itu buat saya adalah penting. Kemudian saya juga ingin dianggap sebagai anak yang baik, karena itu penting juga. Ketiga sebagai partner yang baik.
Karakteristik yang ada sebagai ibu yang baik itu kan
nurturing (mengasuh), tidak hanya untuk anak sendiri, bisa untuk tim di perusahaan juga.
 (CNN Indonesia/Tri Wahyuni). |
Untuk sebagai anak,
it's about respect (menghormati). Saya pikir itu kuncinya, kalau kami ingin dihargai kami harus pertama menghargai dulu. Saya pernah ditanya juga, dulu bagaimana waktu masuk bengkel pertama kali, kembali lagi karena ini perusahaan keluarga, jadi waktu saya kecil banyak sekali mekanik kami yang saya panggil om. Nah begitu saya secara formal, masuk ke perusahaan dan bekerja di bengkel itu agak bingung juga, kalau dulu saya suka dipangku-pangku kan, sekarang saya harus punya
formal relationship. Tetapi kembali lagi, hal-hal seperti itulah yang membuat kami bisa berkembang dengan menghargai.
Jadi waktu saya masuk pertama kali, meskipun saya lulusan S1 teknik saya tidak jadi sok tahu, saya tidak berusaha untuk mengajarkan ilmu yang saya dapat di luar negeri. Tetapi saya belajar dulu, apa yang mereka lakukan, karena yang mereka lakukan selama ini adalah pengalaman yang luar biasa. Jadi saya belajar dulu sehingga kami bisa bertukar pikir. Nah dengan kami mulai bertukar pikiran itulah respect mulai terbentuk
Ketiga adalah to be a good partner, ini dasarnya adalah simbiosis mutualisme. Jadi bagaimana kami bisa saling memberi kepada sesama saling belajar. Jadi kalau kami partnering dengan orang, saya tidak melihat harus win lose ataupun istilahnya lose-lose atau win-win tetapi adalah sinergi.
Dengan sinergi kami tidak selalu win-win tidak selalu lose-lose tidak selalu win lose tetapi tergantung dari apa yang kami bisa sinergikan, Jadi itu yang saya pikir menjadi tujuan akhir saya. Nanti bentuknya apa, jabatannya apa, itu hanya bagian dari perjalanan.
Bagaimana membagi waktu sebagai istri, ibu rumah tangga, dan direktur utama? Orang kadang-kadang berbicara mengenai
work life balance kenapa itu menjadi
stresfull karena itu dipisahkan antara
work dan
life. Seakan akan
work itu bukan
part of life padahal realitanya
work itu
part of life. Nah jadi mungkin defisini pertama itu dulu yang harus diubah.
Dulu saya sangat perfeksionis, jadi saya beranggapan saya harus pegang minumum tiga bola begitu seperti pemain sirkus. Tetapi kadang-kadang atau menjadi seringkali bola itu berjatuhan. Setiap kali bolah jatuh saya menjadi kesal.
Akhirnya setelah saya pikir-pikir kenapa juga saya kesal begitu. Akhirnya dengan kami mengerti bahwa life is not perfect and its not mean to be perfect jadi kita harus secara sadar, kita tahu bola mana yang perlu kami taruh pada saat tertentu dan bola mana yang harus kami mainkan di udara.
Nah salah satu yang saya lakukan contohnya saya senang kumpul kelaurga bersama anak-anak, sedangkan waktunya terbatas. Jadi saya mencari hobi yang saya bisa lakukan di rumah. Jadi akhirnya saya belajar masak. Jadi akhirnya kami kalau Sabtu-Minggu bisa masak bersama di rumah dan itu menjadi suatu kegiatan yang bounding.
Jadi kami harus pintar-pintar memilih saja hobi apa yang cocok. Nah di luar itu saya pikir yang paling penting adalah menjaga kesehatan dengan makan.
Soal olah raga, saya senang olahraga bela diri, karena dulu saya kecilnya tidak percaya diri. Ibu saya membantu saya meningkatkan rasa percaya diri saya dengan mengenalkan saya dengan dunia drama. Dengan saya naik panggung belajar drama, meskipun awalnya di ujung tidak berani maju tetapi dengan begitu kepercayaan diri saya terbangun.
[Gambas:Video CNN]Siapa tokoh yang menjadi inspirasi? Role model saya banyak, jadi tidak satu role model, jadi banyak sekali. Jadi saya punya banyak sekali role model mulai dari almarhumah nenek saya, ayah dan ibu saya. Kemudian saya juga tertarik terhadap Margareth Thatcer, kemudian saya belajar memberi dari Ibu Theresa, jadi banyak sekali. Jadi banyak sekali perempuan yang sangat kuat termasuk juga CEO Bank Dunia Christian Lagarde itu kan sangat cerdas.
Tetapi saya juga mengagumi guru power swing saya, dia bisa cantik dan pintar. Saya juga suka mengagumi anak-anak saya sendiri, karena mereka sangat kreatif, kemudian mereka memberikan support ketika saya sedang down. Jadi role model saya banyak sekali dan bisa dari mana saja.
Dari pengemudi perempuan kami, karena sebagian besar pengemudi perempuan itu adalah single mother jadi mereka harus menghidupi anak-anaknya itu juga seorang role model untuk kami pelajari. Jadi yang ingin saya dapatkan dari role model ada dua hal pertama kami harus bersyukur dengan apa yang kami punya begitu juga harus banyak belajar dari role model tersebut.
Bagaimana strategi sebagai Direktur Utama Blue Bird menghadapi tantangan transportasi ke depan? Saya beranggapan mau jenis teknologi seperti apapun akan menunjang bisnis kami, karena manusia itu perlu bergerak. Dan bisnis kami adalah bisnis layanan transportasi. Menurut saya tinggal kami mencoba untuk lebih sensitif dan juga lebih mengenal
needs (kebutuhan) dari pelanggan kami.
Kami sekarang mempunya slogan baru, adalah dari rumah ke rumah dengan aman. Tujuan kami adalah menjadi bagian besar dari perjalanan satu orang tersebut, mulai dari rumah hingga pulang ke rumah.
Nah caranya ke sana tentu saja kami harus lebih cepat beradaptasi dengan teknologi terutama untuk Blue Bird karena asetnya itu adalah milik kami, maka kami yang harus bisa menggunakan teknologi sehingga kita bisa bekerja lebih efisien dan produktif.