Bagaimana pengalaman Anda selama tiga bulan menjadi wakil menteri perdagangan. Apakah ada bedanya jika dibandingkan menjadi anggota DPR?Menjadi wakil menteri perdagangan merupakan kesempatan dan pengabdian, memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara. Banyak sekali tantangan ke depan yang harus kami kerjakan dan hadapi. Saya pikir itu bagian dari pengabdian dan tugas yang harus kami kerjakan.
Kementerian Perdagangan ini banyak sekali skop-nya. Mulai dari yang sifatnya nasional sampai dengan internasional. Kebetulan saya secara spesifik ditugaskan oleh Presiden Jokowi dan Menteri Perdagangan untuk menangani hal yang sifatnya internasional, meliputi perjanjian dagang internasional, seperti, FTA, CEPA, RCEP, dan sebagainya. Perjanjian dagang di seluruh kawasan dalam lingkup global mulai Asia, Eropa Asia, Amerika, dan Eropa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kami juga melakukan terobosan dan inovasi untuk melihat pasar non tradisional yang selama ini belum menjadi fokus dan perhatian. Itu dilakukan dengan cara merambah ke wilayah lain. Kami menjajaki potensi perjanjian dagang internasional yang belum sempat dilakukan pada periode sebelumnya.
Jadi kami fokus dalam menyelesaikan perjanjian dagang dan membuka potensi perjanjian dagang yang lain. Kami sedang menyelesaikan beberapa hal termasuk Uni Eropa dan Indonesia, IEU CEPA. Saat ini masuk ke perundingan ke sembilan, bulan depan kami akan melakukan perundingan selanjutnya secara lebih teknis.
Pengalaman menjadi akademisi, anggota DPR, dan sekarang di pemerintahan, bagaimana cara Anda beradaptasi dengan perbedaan tugas?Semua memiliki tantangan, karakter, isu, dan dinamika tersendiri. Sebagai akademisi saya terbiasa dalam diskusi ilmiah dan akademis. Secara institusi lebih mengutamakan hal hal akademis. Jadi lebih fleksibel dan leluasa dalam melakukan aktivitas.
Lalu, legislatif di situ kami mengawasi pemerintah. Saya duduk di Komisi I DPR bermitra dengan 4 K/L yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Badan Intelejen Negara dan K/L lain yang bermitra dengan Komisi I.
Kami dituntut untuk lebih objektif dan rasional, tidak lagi hanya bersifat ilmiah tapi lebih kepada hal yang bersifat politik. Persoalannya tidak hanya soal teknis dan ilmiah tapi juga politik karena menyangkut kepentingan masyarakat dan semua
stakeholder.
Sekarang saya di Kementerian Perdagangan beda lagi dengan legislatif. Kalau di pemerintahan saya harus menjalankan tugas, tanggung jawab, dan amanah presiden yang diberikan kepada kami. Kami harus bisa melakukan dan menerjemahkan apa yang beliau perintahkan dalam program.
Menjadi politisi, akademisi, dan birokrasi paling menantang di mana?Saya pikir masing-masing memiliki karakteristik masing-masing, dengan karakteristik yang beda memberikan kekayaan pikiran dalam mengambil keputusan dan mengelola setiap isu yang saya hadapi.
Dengan segala dinamika dan keunikan karakternya, saya bisa sampaikan semuanya menantang. Semuanya memotivasi diri menjadi lebih baik lagi, menjadi
best version of ourself. Semua itu menantang dan memiliki tugas, tanggung jawab, dan tingkat kesulitan yang berbeda. Tetapi ketika dilaksanakan dengan maksimal, serius, kerja keras, dan bersyukur itu akan menemukan jalannya sendiri
Kesibukan bertambah, waktu dengan keluarga berkurang. Lalu, bagaimana Anda membagi waktu berkumpul dengan keluarga?
Itu merupakan konsekuensi logis dari memegang amanah dan jabatan membuat aktivitas semakin padat, sehingga frekuensi
spend time dengan keluarga terdampak. Tetapi sebelum saya menjadi wakil menteri perdagangan, saya juga sudah bersinggungan dengan dunia politik.
Puji Tuhan keluarga mendukung dan men-
support saya dalam melakukan tugas. Istri dan anak saya memberikan perhatian, pemahaman, dan pengertian kepada setiap aktivitas saya. Sehingga itu sudah terbentuk dan terpola, jadi tidak ada masalah justru dengan posisi ini semakin men-
support dan menguatkan.
Sejak kecil, apa nilai yang ditanamkan orang tua yang menjadi pegangan dalam meniti karir?Semua keluarga pasti menanamkan hal yang baik. Salah satu yang paling saya ingat adalah kita harus bersyukur, bekerja, dan berdoa untuk setiap pencapaian kita atau apapun yang ingin kita capai.
Kita harus memiliki semangat tinggi, bekerja keras, memiliki etika yang bagus, disiplin, dan memiliki semangat mencapai lebih baik di bidang apapun dan dalam tingkat apapun. Itu salah satu yang sampai sekarang masih saya pegang.
Harus bersyukur setiap hari dan kalau itu kita lakukan pasti akan dalam suasana nyaman. Tentu kita harus berdoa, karena kita harus memiliki tingkat keimanan dan keyakinan kepada Tuhan. Itu secara garis besar selalu saya pegang dan ingat dari nilai-nilai keluarga yang selalu ditanamkan kepada saya sehingga saya bisa mencapai titik ini.
Orang tua Anda adalah seorang politisi dan memiliki karir yang sama, apa pernah mendengar anggapan Bapak mengikuti jejak beliau?
Saya pikir itu adalah hal yang wajar, saya justru bangga kalau dikatakan mengikuti orang tua.Tentu lahir besar dan berkembang dalam keluarga politik pasti sedikit banyak mempengaruhi minat dan ketertarikan seorang anak dalam dunia politik. Itu berlaku dalam profesi apa pun.
Fenomena di dunia politik stigma kalau orang tuanya politik anaknya politik, 'ah ini karena bapaknya'. Kalau bapaknya politisi sukses lalu anaknya tidak sukses, 'bapaknya bisa kok anaknya tidak bisa', jadi serba salah. Tetapi saya menikmati saja, itu pandangan dan opini orang tetapi saya justru bersyukur.
Saya justru ingin mengatakan bahwa guru yang baik, selain pengalaman adalah orang tua. Ketika orang tua menjadi anggota DPR, saya juga menjadi anggota DPR. Berarti orang tua saya sudah bisa mengajarkan apa yang ingin diajarkan kepada saya terkait dengan bidangnya dan saya berhasil.
Bapak saya menjadi menteri, dan sekarang saya wakil menteri, belum menteri tapi minimal sudah dalam dunia yang kurang lebih sama. Berarti nilai-nilai mengenai itu sudah diajarkan kepada saya dan saya menunjukkan saya bisa belajar seperti itu.
Sebagai politisi, apakah Anda memiliki figur atau tokoh panutan dalam berkarir?Kalau tokoh banyak. Sebagai mahasiswa ilmu politik sejak S1,S2 dan S3 kurang lebih selama 15 tahun belajar tentu banyak sekali figur dan panutan. Mungkin bukan kepada figur, tetapi kepada nilai. Buat saya semua tokoh politik berpengaruh pada bidangnya dan masanya.
Nilai yang saya idolakan adalah soal kemanusiaan, kebebasan, dan
equality. Ini sebagian dari demokrasi karena saya belajar banyak mengenai konsep dan ideologi politik. Saya mengagumi nilai-nilai demokrasi yang berdasarkan kebebasan, kebersamaan, dan kemanusiaan.
Sampai di titik ini, apakah masih ada cita-cita yang ingin Bapak wujudkan?Saya dalam menjalani membuat prioritas jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek, saya sebagai wakil menteri perdagangan memiliki tugas dan cita-cita yang harus saya wujudkan sesuai amanah presiden adalah dalam tupoksi saya.
Saya ingin semuanya berhasil dan semaksimal mungkin, kalau bisa melebihi target dalam artian yang positif. Minimal memenuhi target dan maksimal melebih target. Dalam jangka panjang saya memiliki cita-cita. Bagi saya alasan dari awal menjadi politisi di legislatif dan sekarang di eksekutif adalah ingin memberikan dampak signifikan kepada masyarakat. Itu sangat luas bisa dalam bentuk kebijakan, hukum, undang-undang, semuanya.
Tetapi saya akan sangat senang dan bersyukur ketika apa yang saya lakukan dampaknya itu dirasakan langsung oleh masyarakat. Saya ingin warga Indonesia senang, sejahtera, dan kalau bisa dalam situasi yang tidak kekurangan, mendapatkan keadilan, serta hidup dengan bahagia. Itu cita-cita besar saya dan bisa dilakukan dalam profesi apapun tidak harus menjadi politisi, eksekutif, dan tidak harus menjadi dosen.
(agt)