Jakarta, CNN Indonesia --
Harga minyak mentah dunia menguat lebih dari 3 persen pada perdagangan Rabu (12/2). Kenaikan harga minyak mentah ditopang kabar dari
China yang melaporkan jumlah kasus baru
Virus Corona terendah secara harian.
Mengutip Antara, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April naik US$1,78 atau 3,3 persen menjadi US$55,79 per barel. Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret naik US$1,23 atau 2,5 persen ke level US$51,17 per barel.
Melambatnya jumlah kasus Virus Corona di China memberikan keyakinan bagi pasar bahwa permintaan minyak mentah di China mulai pulih. Epidemi itu telah merenggut lebih dari 1.000 nyawa di China hingga Rabu (12/2), tepatnya 1.107 korban. Sementara jumlah penderita virus asal Wuhan itu menjadi 44.138 kasus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, China mengkonfirmasi pertumbuhan kasus baru akibat Virus Corona melambat ke level terendah sejak 30 Januari pada Selasa (12/2). Namun, pakar internasional tetap berhati-hati dalam memprediksi kapan wabah itu akan berakhir.
"Laporan dari China menunjukkan pengurangan jumlah kasus virus baru," kata Presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois Jim Ritterbusch.
Kemunculan Virus Corona di China menimbulkan kekhawatiran pasar. Sebab, pembatasan perjalanan ke dan dari China mengurangi penggunaan bahan bakar.
Bahkan, dua kilang terbesar China mengatakan akan mengurangi produksi sekitar 940 ribu barel per hari (bph) akibat penurunan konsumsi minyak. Jumlah itu mewakili 7 persen dari total produksi mereka pada 2019.
Karenanya, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas target pertumbuhan permintaan minyak global karena virus corona sebesar 230 ribu bph. Dari sisi pasokan, OPEC merekomendasikan pemangkasan 600 ribu bph guna membendung penurunan harga minyak. Akan tetapi, OPEC masih menunggu tanggapan dari Rusia terkait pengurangan produksi.
[Gambas:Video CNN]Kekhawatiran pasar menekan harga minyak mentah Brent dan WTI ke level terendah dalam 13 bulan terakhir pada Senin (10/2).
"Perkembangan yang sedang berlangsung di China membutuhkan pemantauan dan penilaian yang berkelanjutan," kata OPEC.
(ulf/agt)