Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Senior INDEF
Faisal Basri menilai revisi Undang-undang tentang Mineral dan Batu Bara (
RUU Minerba) hanya memberikan keuntungan bagi enam perusahaan tambang
batu bara raksasa. Enam perusahaan tersebut menguasai hampir 70 persen produksi batu bara nasional.
Seperti diketahui, DPR tetap melakukan pembahasan sejumlah RUU pada masa sidang III di tengah pandemi virus corona (covid-19). Salah satunya, RUU Minerba yang menuai kontroversi di masyarakat.
"Saya rasa (RUU Minerba) tidak ada urgensinya, kecuali selamatkan enam perusahaan terbesar yang menguasai 70 persen, itu urgensinya. Kalah covid-19 dengan urgensi enam perusahaan ini," ujarnya melalui video conference, Rabu (15/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faisal menyebut enam perusahaan tambang kelas kakap itu mendapat karpet merah dari sejumlah pasal dalam RUU Minerba, antara lain pasal 169A dan 169B.
Melalui pasal 169A, pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) memperoleh perpanjangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tanpa melalui lelang.
Perpanjangan dilakukan setelah memenuhi persyaratan dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara.
Data yang dikantongi Faisal menyebut PKP2B itu akan berakhir pada periode 2020-2025. Karenanya, ia menilai tak ada urgensi pembahasan RUU Minerba kecuali hanya menguntungkan enam perusahaan tersebut untuk mendapatkan perpanjangan kontrak tanpa lelang.
[Gambas:Video CNN]Pada UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, jika kontrak habis pemegang kontrak eksisting juga harus mengikuti lelang.
"Jadi, ini karpet merah dua kali dibentangkan di tempat yang sama, jadi karpet merahnya empuk buat yang menapakinya. Pertama, di omnibus law, sudah digelar karpet itu khusus untuk batu bara. Bisa dimaklumi karena banyak petinggi negeri memiliki konsesi batu bara atau setidaknya dekat dengan pengusaha batu bara skala besar, sehingga perpanjangan kontrak tak perlu lagi lewat lelang," imbuh dia.
Senada, Direktur Riset Indef Berly Martawardaya mengatakan pasal terkait harus ditolak. Sebab, ia menilai dampak dari pasal tersebut sangat lemah bagi kesejahteraan masyarakat.
"Kalau mereka percaya diri, selama ini pengelolaannya baik, bermanfaat, serta
clean and clear, ya ketika lelang
chance (kesempatan) mereka cukup tinggi harusnya berani saja sebagai eksisting siap lelang saja," jelasnya.
Ia menilai selama ini, baik DPR maupun pemerintah, belum memberikan penjelasan gamblang terkait kemunculan pasal tersebut. Toh, aturan sebelumnya tidak melarang pemegang kontrak eksisting mengikuti lelang usai kontraknya habis. Menurunnya, RUU Minerba tetap bisa berlanjut asalkan pasal 169A dihapuskan.
"Ini argumennya apa sehingga bisa otomatis dapat perpanjangan seharusnya dikembalikan ke negara hak pengelolaannya," tandasnya.
(ulf/bir)