YLKI Sebut Hand Sanitizer Jadi Keluhan Terbanyak Saat Corona

CNN Indonesia
Rabu, 22 Apr 2020 12:31 WIB
Ketua YLKI Tulus Abadi.
YLKI menyebut aduan soal masker dan hand sanitizer membludak selama pandemi corona. (CNN Indonesia/ Aria Ananda).
Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat setidaknya ada lima jenis pengaduan terbanyak dari konsumen yang masuk ke mereka di tengah masa pandemi virus corona (covid-19). Jumlah tersebut dihitung berdasarkan aduan yang masuk ke mereka sejak Maret 2020.

Aduan pertama, yang total persentasenya mencapai 33.3 persen dari total aduan yang masuk berkaitan dengan masker dan hand sanitizer. Kedua, aduan berkaitan dengan masalah transportasi. Total aduan yang masuk berkaitan dengan masalah transportasi selama masa pandemi virus corona mencapai 25 persen.

Ketiga, dengan bobot aduan sebanyak 16.7 persen berkaitan dengan belanja online. Keempat, aduan yang berkaitan dengan jasa keuangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Total aduan yang masuk mencapai 11.1 persen. Kelima,  5.5 persen berkaitan dengan supermarket dan sisanya 2.7 layanan lainnya.

"Yang hand sanitizer, masker dan juga obat  berkaitan dengan harga yang tinggi dan memang kita rasakan di lapangan," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi di dalam sebuah diskusi teleconference, Jakarta, Selasa (21/4).

Berkaitan dengan transportasi publik, ia menambahkan aduan berkaitan dengan pembatalan rencana mudik dan bepergian ke luar negeri.

"Transportasi ini menyangkut refund tiket yang susah ataupun refund tiket pesawat misalnya dikembalikan tetapi dengan voucher. Ini tidak fair ya menurut saya," kata Tulus.

Untuk belanja online, aduan berkaitan dengan lonjakan konsumen yang terjadi di masa pandrrmi covid-19. Di tengah peningkatan tersebut konsumen merasakan praktik ilegal, seperti penipuan pada jual beli masker yang sempat meresahkan masyarakat.

[Gambas:Video CNN]
Selain itu aduan kerap datang dari kategori jasa keuangan yang berupa pinjaman online kepada warga yang kesusahan mendapatkan pemasukan di tengah covid-19.

"Leasing paling banyak diadukan, seperti restrukturisasi ditolak, kendaraan diambil debt collector, kendaraan hilang tapi masih ditagih," kata Tulus.

"Pengaduan Perbankan, kartu kredit dan debt collector yang meneror, mereka memang dibolehkan tetapi harus ada syarat dari Bank Indonesia," tambahnya.

Tulus menyebut jika aduan restrukturisasi terjadi karena adanya komunikasi tidak baik dari pemerintah dengan masyarakat. Komunikasi yang kurang tersebut terkait pernyataan relaksasi atau restrukturisasi kepada para debitur selama masa pandemi covid-19 berlangsung.

"Masyarakat menyimpulkan bahwa semua akan direlaksasi padahal faktanya tidak seperti itu, dan pada akhirnya konsumen kecewa," kata Tulus.

Sebelumnya pada (24/3), Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memberikan relaksasi kepada pelaku usaha mikro dan kecil berupa penundaan pembayaran cicilan selama satu tahun ke depan. Relaksasi berlaku untuk usaha mikro yang mengambil kredit di perbankan, termasuk pembiayaan di industri keuangan non bank (IKNB), seperti multifinance dan lembaga keuangan mikro.

Selain itu, Jokowi juga menegaskan akan memberikan keleluasaan terkait pembayaran kredit kendaraan bermotor bagi para pekerja moda transportasi dengan tenggat waktu sampai setahun. Misalnya, ojek online.

Namun pada (17/4) lalu. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan kepada bank untuk hanya memberi keringanan restrukturisasi kredit kepada debitur yang benar-benar menghadapi tekanan ekonomi akibat virus corona.

Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan pihaknya juga meminta bank untuk memberikan restrukturisasi sesuai hasil asesmen yang akurat sesuai profil debitur dalam jangka waktu satu tahun.

"Hanya diberikan pada debitur-debitur yang benar-benar terdampak Covid-19," kata Anto dalam keterangan tertulis, Jumat (17/4).

(khr/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER