Sayonara THR, Nasib Pekerja 'Era Corona' Selain PHK

Christine Novita Nababan | CNN Indonesia
Senin, 27 Apr 2020 06:48 WIB
Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja dengan latar belakang gedung perkantoran di Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). Pemprov DKI Jakarta akan memberikan saksi berupa mencabut perizinan kepada perusahaan yang tetap beroperasi di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kecuali delapan sektor yang memang diizinkan. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
Sebagian pekerja di ibu kota mengaku gajinya dipangkas 20-40 persen. Manajemen perusahaan tempat mereka bekerja pun memastikan tidak ada pembagian THR. Ilustrasi pekerja. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay).
Jakarta, CNN Indonesia -- Ledi (35) kesal bukan main ketika manajemen perusahaan tempatnya bekerja memberi kabar soal pemotongan gaji mulai bulan ini. Kekesalan Ledi semakin bertambah karena manajemen pun angkat bahu saat ditanya kepastian Tunjangan Hari Raya (THR) jelang lebaran nanti.

"Sayonara THR. Gaji saja sudah dipotong, enggak tanggung-tanggung, 40 persen," tutur perempuan berdarah Palembang tersebut ketika berbincang dengan CNNIndonesia.com, pekan lalu.

"Delapan tahun loh saya mengabdi, bekerja di sini. Delapan tahun dapat apa? Tidak ada. 'Kalau tidak sreg dengan keputusan manajemen, silakan angkat kaki.' Itu yang saya dapat ketika komplain," jelasnya sembari menirukan omongan dari manajemen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebetulnya, Ledi mengaku maklum dengan kondisi ekonomi di tengah pandemi virus corona saat ini. Satu dari sekitar 120 karyawan di perusahaan pengelola/manajemen properti di Menteng, Jakarta Pusat, tersebut pun rela jika harus merelakan THR. Tapi, bukan berarti gaji pun ikut dipotong.
Sayonara THR, Nasib Pekerja 'Era Corona' Selain PHKIlustrasi pekerja ibu kota. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay).
Toh, selama pasang surut bisnis delapan tahun terakhir, tak pernah sekali pun bonus dari perusahaan mampir ke dalam dompetnya. "Apa iya, kalau susah ditanggung sama-sama. Padahal, senang pun tidak pernah merasakan juga selama ini," lanjutnya.

Sembari menatap nanar layar handphone-nya, Ledi sesekali menghela panjang nafasnya. Kemudian, ia menunjukkan surat elektronik tagihan uang sekolah tahunan putra-putrinya yang jatuh tempo Juni nanti. Ia juga menarik amplop tagihan KPR dari dalam tasnya, dan mulai menitikkan air mata.

Memang, selama ini Ledi bukan tulang punggung keluarga. Ada sang suami yang membayar seluruh kebutuhan keluarga, mulai dari cicilan KPR, uang sekolah anak, hingga pangan sehari-hari.

Namun, ironisnya, akhir tahun lalu suami Ledi terkena PHK dan terpaksa bekerja serabutan untuk mencari nafkah. Gaji yang diperoleh suami pun tidak lebih dari separuh yang biasa diperoleh dari perusahaan sebelumnya.

"Ini namanya terpaksa pasrah. Mau berhenti kerja juga enggak mungkin, karena sekarang saya bantu suami memenuhi kebutuhan keluarga," keluh Ledi yang hanya mengantongi gaji Rp5 juta per bulan untuk posisi manajer.

Tari (38) punya cerita serupa. Ia harus pasrah gajinya dipangkas 20 persen mulai bulan ini menjadi hanya Rp12 juta per bulan. Ia juga tidak bisa bermimpi merayakan Idul Fitri dengan pakaian baru karena manajemen perusahaan iklan tempatnya bekerja sudah memastikan tidak ada pembagian THR.

"Sedih pasti. Tapi saya pasrah, terima nasib saja. Karena ada banyak juga yang tidak se-beruntung saya. Di tim saya, ada 5 orang yang dirumahkan. Tim lain ada yang kena PHK. Jadi, saya beruntung masih punya pekerjaan," katanya.

Apalagi, Tari sadar diri baru bergabung dengan perusahaan enam bulan lamanya. Selain itu, tekanan bisnis di tengah pandemi corona dialami hampir di seluruh negara di dunia, tak terkecuali kantor pusat perusahaan di Korea Selatan.

Restu Tunda THR

Akhir pekan lalu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah merestui perusahaan yang arus kasnya tertekan untuk menunda atau mencicil pembayaran THR. Dengan catatan, ada kesepakatan antara perusahaan dan pekerja.

"Apabila jangka waktu penahapan atau penundaan yang disepakati telah berakhir, namun perusahaan tidak membayar THR, maka atas dasar hasil pemeriksaan pengawas dan rekomendasi yang diberikan, perusahaan dikenakan sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan," tutur Ida.

Artinya, perusahaan tempat Ledi dan Tari tidak bisa berlindung di balik restu pemerintah tersebut untuk tidak menyelesaikan kewajibannya membayar THR kepada pekerja. Ada sanksi hukum yang menghantui seandainya Ledi dan Tari melaporkan perusahaan ke Kementerian Ketenagakerjaan.

[Gambas:Video CNN]

Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR, pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih. THR ini harus dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan

Bila pengusaha terlambat membayar THR kepada pekerja, maka perusahaan akan dikenakan denda 5 persen dari total THR yang seharusnya dibayarkan. Sementara, pengusaha yang tidak membayar THR akan dijatuhi sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis hingga pembatasan kegiatan usaha.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut banyak perusahaan yang menjadi anggota dalam organisasinya memastikan tidak bisa membayar THR tepat waktu. Alasannya, arus kas terganggu akibat penyebaran virus corona.

Direktur Eksekutif Apindo Danang Girindrawardana mengaku bila diizinkan membayar THR bertahap atawa mencicil, perusahaan memastikan dapat mempertahankan arus kas hingga akhir 2020.

Menanggapi hal itu, Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) menegaskan tidak ada alasan bagi perusahaan menunda atau mengurangi kewajibannya karena anggaran THR sudah disusun dalam anggaran perusahaan setahun sebelumnya.

"Ketika pengusaha teriak enggak sanggup membayar THR, pernyataan itu konyol dan curang. Karena yang kami tahu, yang namanya anggaran THR bukan tiba-tiba bulan kemarin (sebelumnya), tetapi setahun sebelumnya," tegas Ketua Aspek Mirah Sumirat. (sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER