Jakarta, CNN Indonesia -- Tunjangan Hari Raya (
THR) sebagian pekerja dan buruh terancam ditunda karena tekanan
bisnis di tengah pandemi
virus corona.
Sebetulnya, bagaimana aturan THR?
Seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang tunjangan hari raya keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan, pengusaha wajib memberikan THR keagamaan kepada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"THR Keagamaan wajib dibayarkan oleh pengusaha paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan," tulis Pasal 5 ayat 4 UU tersebut.
Beleid tersebut juga mengungkap jika pengusaha terlambat membayar THR kepada buruh, maka akan dikenakan denda 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan.
Selain itu, dalam aturan itu, pekerja atau buruh yang terimbas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhitung 30 hari kerja sebelum hari raya masih berhak mendapatkan THR.
"Pekerja atau buruh yang hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami PHK terhitung sejak 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan berhak atas THR Keagamaan," isi Pasal 7 ayat 2.
Pembayaran THR buruh pada Lebaran tahun ini berpotensi tertunda. Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan banyak perusahaan yang berada di dalam organisasinya tak bisa membayar THR tepat waktu sesuai aturan yang berlaku saat ini. Pasalnya, arus kas perusahaan banyak yang terganggu akibat penyebaran virus corona.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana mengungkapkan karena virus corona, batas waktu yang ditetapkan dalam peraturan tersebut sulit dipenuhi.
Oleh karena itu, perusahaan yang tidak mampu membayar THR sesuai aturan yang berlaku akan berdialog dengan pekerja mereka. Dengan demikian, keputusan kapan THR dibayarkan nantinya merujuk pada hasil kesepakatan bersama.
Namun, buruh menolak alasan tersebut.
[Gambas:Video CNN]
Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) menyatakan tak ada alasan bagi perusahaan untuk menunda atau mengurangi kewajibannya kepada para pekerja, termasuk membayarkan tunjangan hari raya (THR). Menurutnya, wabah virus corona tak bisa dijadikan alasan untuk mengingkari kewajiban tersebut.
Ketua Aspek Mirah Sumirat menyebut pengusaha tak bisa begitu saja angkat tangan dan menyatakan tak mampu membayarkan THR walau ada virus corona. Sebab, THR sebetulnya telah disusun dalam anggaran perusahaan setahun sebelumnya.
"Ketika pengusaha berteriak engga sanggup membayar THR, pernyataan itu konyol dan curang. Karena yang kami tahu yang namanya anggaran THR bukan tiba-tiba dianggarkan bulan kemarin tapi setahun sebelumnya," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com. (age/bir)