Jakarta, CNN Indonesia --
Indeks Harga
Saham Gabungan (
IHSG) berseri-seri pada perdagangan pekan lalu. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan kenaikan sebesar 4,9 persen dari level 4.496 menjadi 4.716.
Tren positif ini mulai memupuk kepercayaan investor asing yang dibuktikan dengan aksi beli bersih sebesar Rp435 miliar pada perdagangan terakhir, Kamis (30/4). Lonjakan juga terjadi pada nilai kapitalisasi pasar sebesar 4,9 persen dari Rp5.198 triliun menjadi Rp5.453 triliun.
Meski begitu, analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Aprilinov mengingatkan para investor untuk tak terlena dengan kinerja positif sesaat IHSG. Katanya, jangan kalap dan mencemplungkan seluruh kas sekaligus untuk membeli saham.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, jika salah melangkah, bukan untung yang didapat tapi bisa jadi malah menuai buntung. Chris meramal indeks justru akan mengalami koreksi setidaknya untuk satu hingga dua hari pertama perdagangan.
Alasannya, pelaku pasar saham akan memanfaatkan kondisi untuk 'panen' atau melakukan aksi ambil untung (
profit taking). Alasan lain yang memperkuat proyeksinya yaitu meredupnya gemerlap pasar dagang Wall Street dan Eropa pada perdagangan Jumat (1/5) lalu.
"Kemungkinan akan ada koreksi terlebih dahulu akibat aksi ambil untung. Juga, Jumat lalu bursa AS dan beberapa bursa Eropa ditutup melemah," ucapnya pada Minggu (3/5).
Pada perdagangan Jumat lalu, saham-saham utama AS seperti Dow Jones melempem 2,56 persen, S&P 500 tergerus 2,81 persen, dan Nasdaq Composite anjlok 3,2 persen. Tak jauh berbeda, indeks saham di Eropa juga melandai.
Indeks S&P Europe 350 turun 0,98 persen sementara Bloomberg European 500 memerah 0,76 persen. Namun, dia menilai koreksi akan terbatas ditopang oleh Rupiah yang tengah perkasa.
[Gambas:Video CNN]Diketahui, mata uang garuda melenggang meninggalkan zona 15 ribu atau Rp14.882 per dolar AS pada perdagangan Kamis (30/4). Sebelum menyusun strategi perdagangan untuk pekan ini, ia menyarankan untuk menunggu rilis data inflasi April 2020 dari BPS.
Sebab, data perekonomian tersebut akan mencerminkan kinerja indeks ke depan. Sepanjang 2020 BI mencatatkan inflasi terkendali di bawah 3 persen selama 3 bulan berturut-turut hingga Maret 2020.
Bahkan, inflasi Maret 2020 tercatat menurun di tengah pandemi virus corona jika dibandingkan bulan sebelumnya dari 2,98 persen menjadi 2,96 persen.
"Pergerakan indeks kemungkinan bergantung dari data inflasi, kinerja akan tercermin pada harga pasar minggu depan," katanya.
Bercermin dari rilis laporan keuangan kuartal I 2020 yang cukup baik terutama untuk emiten di sektor konsumer dan telekomunikasi, Chris menyarankan untuk memantau kedua sektor tersebut.
Untuk sektor konsumer, ia menyarankan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang mencatatkan pendapatan sebesar Rp11,15 triliun pada kuartal I 2020 atau tumbuh 4,59 persen dibanding pendapatan periode sama tahun 2019 yaitu Rp10,66 triliun.
Pendapatan ditopang oleh dominasi penjualan dalam negeri yaitu Rp10,63 triliun sementara ekspor sebesar Rp521,69 miliar. Perusahaan mengantongi laba tahun berjalan sebesar Rp1,86 triliun, lebih tinggi dari laba kuartal I 2019 di kisaran Rp1,75 triliun.
UNVR juga berhasil menyerap belanja modal atau
capital expenditure (capex) sebesar Rp200 miliar di tengah ramainya aksi jual investor asing. Sejak sebulan terakhir, RTI Infokom mencatatkan pertumbuhan stabil sebesar 15,73 persen yang mengantarkan emiten ke posisi Rp8.275 per saham.
"Unilever harga beli Rp8.000-Rp8.150, target area 8.400," katanya.
Sementara untuk sektor telekomunikasi, ia memilih saham pelat merah TLKM. Ia menilai, saham BUMN ini masih layak dibeli untuk mereka yang main aman sebab penjualan data seluler masih akan terus naik di tengah pandemi virus corona.
Apalagi, emiten merupakan salah satu saham bernilai kapitalisasi tinggi (
bluechip) sehingga resikonya pun relatif rendah. TLKM menutup perdagangan pekan lalu di zona hijau atau naik 14,01 persen ke posisi Rp3.500 per saham.
Selama sebulan terakhir, perseroan mengalami pertumbuhan sebesar 12,9 persen. Namun, ia tak memasang harga beli mau pun harga target.
"Tambahan, kalau untuk (sektor) media, SCMA bisa dipantau. Targetnya di 925 per saham," ungkapnya.
Sepaham, Founder sekaligus analis Ellen May Institute Ellen May meramal IHSG dapat kembali melemah akibat aksi ambil untung para investor pada perdagangan pekan ini.
Ia menyarankan investor untuk memantau saham-saham yang ada di LQ45 mau pun yang terdeteksi akan bergabung dalam kelompok saham berlikuiditas tinggi tersebut.
Dia menyebut PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dapat menjadi emiten yang menjanjikan. "BRPT bisa (dikoleksi) karena bobotnya akan ditambahkan untuk masuk ke daftar LQ45. Sebaiknya selain melihat data perekonomian terbaru juga melihat indeks LQ45," katanya pada seminar
online Sell on May and
Go Away pada Sabtu (2/5).
Untuk sektor energi, ia memilih PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Meski harga minyak dunia sempat hancur-hancuran namun kinerja emiten masih cukup baik. Sepekan terakhir MEDC mencatatkan kenaikan sebesar 9,22 persen ke level 450 per saham.
"Minyak memang turun dalam tapi ternyata volatilitasnya cukup oke. Ada akumulasi yang cukup banyak sehingga Medco Senin masih bisa naik," pungkas Ellen.
(wel/agt)