Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengklaim berhasil meningkatkan perekonomian daerah melalui nilai-nilai warisan Presiden pertama Indonesia, Sukarno. Mulai dari nilai untuk mengutamakan warisan budaya lokal hingga mengembangkan ekonomi kerakyatan.
"Ada banyak pikiran Bung Karno, bukan dari sisi kenegaraan saja, namun juga budaya, ekonomi, dan sosial yang bisa diterapkan di tingkat lokal. Pemikiran ini yang kami coba terapkan di Banyuwangi," ucap Anas dalam diskusi virtual bertajuk Sukarno Festival, Minggu (21/6).
Dari sisi budaya, katanya, Pemkab Banyuwangi mengutamakan pengembangan budaya lokal untuk meningkatkan perekonomian. Misalnya, dengan rajin menggelar festival budaya dibanding pertunjukan seni modern.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya, Festival Gandrung Sewu yang kerap digelar secara tahunan untuk melestarikan budaya khas Banyuwangi. Hasilnya, sambung Anas, festival ini mampu mendongrak sektor pariwisata yang kemudian memberi sumbangan ke perekonomian Banyuwangi.
"Bahkan, alun-alun di Banyuwangi hanya boleh digunakan untuk panggung kesenian tradisi berbasis rakyat. Pentas seni modern dilarang digelar di alun-alun," ujarnya.
Selain itu, ia mengatakan nilai kemandirian ekonomi Bung Karno juga menginspirasi kebijakan lain dari Pemkab Banyuwangi, yaitu tidak memperbolehkan pendirian hotel kelas melati dan bintang tiga ke atas.
"Kami melarang pendirian hotel melati baru untuk memberikan ruang bagi homestay dan penginapan skala kecil. Kalau hotel budget dibolehkan, akan menghilangkan kesempatan," ucapnya.
![]() |
Tak hanya itu, Anas menyatakan, Pemkab Banyuwangi juga tidak memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk usaha ritel modern, seperti Alfamart dan Indomaret. Bahkan, IMB tercatat sudah tidak terbit dalam 10 tahun terakhir.
"IMB tidak boleh diterbitkan untuk ritel modern. Ini agar pendapatan per kapita rakyat terjaga dan tumbuh, sehingga kita perlu juga memproteksi usaha mereka," jelasnya.
Hasilnya, ia mengklaim setidaknya kebijakan-kebijakan yang berlandaskan nilai-nilai dari Sukarno mampu meningkatkan perekonomian masyarakat dan daerah. Hal ini tercermin dari peningkatan pendapatan per kapita Banyuwangi dari Rp14 juta menjadi Rp51,8 juta pada 2020.
Menurut catatannya, tingkat pendapatan per kapita masyarakat Banyuwangi lebih tinggi dari daerah-daerah di sekitar kabupaten. Misalnya, pendapatan per kapita Kota Probolinggo sebesar Rp47,84 juta, Kabupaten Malang Rp39,81 juta, Kabupaten Jember Rp31,51 juta, Kota Blitar Rp31,4 juta, dan Kabupaten Lumajang Rp31,36 juta.
Pendapatan per kapita masyarakat yang meningkat selanjutnya berdampak pada tingkat kemiskinan di Banyuwangi. Ia mencatat, tingkat kemiskinan Banyuwangi turun dari 20 persen menjadi 7,52 persen pada September 2019.
Angka kemiskinan Banyuwangi bahkan berada jauh di bawah beberapa daerah di sekitarnya seperti Kota Probolinggo (17,76 persen), Kabupaten Malang (9,47 persen), Kabupaten Jember (9,25 persen), dan Kota Blitar (8,94 persen). Sampang (20,71 persen) dan Sumenep (19,48 persen) menjadi daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa Timur.
"Kami sudah menyalip beberapa kota besar di Jawa Timur yang sekiranya jauh di atas kami," ujar Anas.
(uli/asr)