Pengusaha Beri Sinyal Naikkan Harga Barang Saat New Normal

CNN Indonesia
Selasa, 23 Jun 2020 14:36 WIB
Penyiapan strategi dilakukan Perpusnas melihat kondisi pandemi Covid-19 yang belum bisa diprediksi kapan akan berakhir. Langkah ini dirasa perlu dilakukan sesegera mungkin agar efektivitas pelayanan kembali berjalan. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Para pengusaha mengindikasikan potensi kenaikan harga barang di pasar selama tatanan normal baru (new normal). Ilustrasi. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Para pengusaha memberikan sinyal akan menaikkan harga barang di pasar selama tatanan normal baru (new normal) virus corona. Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kadin Benny Soetrisno menyebut kenaikan harga disebabkan oleh meningkatnya biaya produksi yang dibebankan kepada pengusaha.

Hal ini sesuai dengan protokol kesehatan new normal. Beban tersebut meliputi tunjangan kesehatan pekerja dan persyaratan kondisi kerja lainnya yang disesuaikan dengan industri masing-masing.

"Biaya produksi meningkat, betul berimbas terhadap harga jual. Kenaikan harga jual sangat fleksibel tergantung respon pasar dan pembeli," ucapnya kepada CNNIndonesia.com pada Selasa (23/6) siang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Benny menambahkan perusahaan belum bisa memproduksi dalam kapasitas normalnya. Dengan penerapan jaga jarak aman (physical distancing) antar pekerja, target produksi selama tatanan normal baru hanya akan berkisar sebesar 50 persen saja.

Angka tersebut, lanjutnya, merupakan asumsi jika permintaan akan kembali normal. Jika tidak, jumlah produksi bisa saja lebih rendah menyesuaikan kemampuan pasar menyerap barang produksi. Oleh karena itu, ia belum dapat menyebut berapa besar kenaikan harga nantinya.


"Akibat protokol covid-19 yang di antaranya jaga jarak, maka jumlah pekerja dibatasi, target produksi saat new normal sebesar 50 persen," imbuh Benny.

Sementara, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyebut meski beban operasional dipastikan naik, namun ia menilai dampaknya terhadap harga barang tak akan signifikan.

Sebab, pelaku usaha dituntut untuk kompetitif di tengah rendahnya permintaan pasar. Bahkan, ia menyebut jika perusahaan memutuskan menaikkan harga barang, risiko bangkrut akan semakin tinggi akibat tak mampu bertahan di tengah tingginya level kompetisi saat ini.

Oleh karena itu, Shinta menilai perusahaan tak akan membebankan harga kepada konsumen.

"Bila harga barang dinaikkan dalam kondisi ini, perusahaan tidak akan bisa survive (bertahan) dalam persaingan usaha sehingga perusahaan akan lebih memilih untuk menyerap peningkatan beban," ucapnya.

Shinta menilai untuk bertahan saat ini, pengusaha harus memanfaatkan stimulus yang diberikan pemerintah seperti stimulus modal kerja dan relaksasi kredit.

Namun, ia tak menutup kemungkinan akan kenaikan harga barang. Shinta bilang setiap industri memiliki memikul beban yang berbeda. Industri manufaktur yang memproduksi tekstil, sepatu, otomotif, dan barang-barang tak mendesak lainnya disebutnya menerima pukulan terberat.


"Tergantung industrinya dan kemampuan perusahaan untuk melakukan efisiensi. Secara umum beban opex (operational expenditure/belanja operasional) naik karena beban tunjangan perusahaan untuk kesehatan karyawan dan persyaratan kondisi kerja new normal," pungkasnya.

[Gambas:Video CNN]



(wel/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER