Di awal Juli 2020, BPJS Kesehatan menerima iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN dari pemerintah sebesar Rp4,05 triliun. Hal itu menandai bahwa per hari ini, tidak ada klaim rumah sakit yang sudah jatuh tempo dan belum dibayarkan.
Menurut Kepala Humas M. Iqbal Anas Ma'ruf, penerimaan iuran PBI APBN di muka ini menunjukkan dukungan dan komitmen pemerintah untuk membantu likuidatas Data Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, sekaligus menjaga likuiditas rumah sakit di tengah pandemi.
"Posisi hutang klaim BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020 adalah Rp3,70 triliun. Begitu iuran PBI APBN ini kami terima, langsung kami distribusikan untuk melunasi tagihan klaim seluruh rumah sakit. Jadi tidak ada lagi utang jatuh tempo bagi rumah sakit yang sudah mengajukan klaim dan lolos verifikasi. Untuk pembayarannya tetap menggunakan mekanisme first in first out," jelasnya, Rabu (01/07).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, Iqbal menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan akan memanfaatkan dana iuran tersebut dengan penambahan penerimaan iuran lainnya untuk menjaga agar pembayaran klaim dapat dilakukan tepat waktu dan sesuai dana yang tersedia.
Ia lantas menyampaikan terima kasih kepada komitmen Kementerian Keuangan sehingga pembayaran klaim rumah sakit berjalan tanpa halangan. Di sisi lain, Iqbal menyebutkan, melalui penyesuaian iuran pemerintah akan memastikan kesinambungan Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dan melakukan perbaikan pelayanan.
Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020, per 1 Juli 2020 iuran JKN-KIS bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) disesuaikan menjadi Rp150 ribu untuk kelas I, Rp100 ribu untuk kelas II, dan Rp42 ribu untuk kelas III. Namun khusus kelas III, pada 2020 peserta hanya membayar sebesar Rp25.500 dan sisanya sebesar Rp16.500 dibiayai oleh pemerintah.
"Dengan berlakunya nominal iuran yang baru, diharapkan akar masalah defisit BPJS Kesehatan bisa mulai terurai. Di sisi lain, kami tetap butuh dukungan dari berbagai pihak untuk menciptakan ekosistem Program JKN-KIS yang sehat," ujar Iqbal.
Lihat juga:Program JKN-KIS Terbitkan Harap untuk Ida |
Sampai pada Mei 2020, kolektabilitas iuran PBPU yang semula berkisar di angka 60 persen disebut naik menjadi 73,68 persen. Hal tersebut menunjukkan kesadaran peserta JKN-KIS untuk membayar iuran semakin meningkat. Iqbal pun mengingatkan bahwa untuk menjaga keberlangsungan Program JKN-KIS, bukan hanya pemerintah saja yang berkontribusi, masyarakat pun juga harus ambil bagian.
Ia memaparkan, negara menanggung iuran JKN-KIS untuk sekitar 60 persen atau 96,8 juta penduduk Indonesia lewat APBN, dan 37,3 juta penduduk ditanggung oleh APBD. Perhitungan itu di luar iuran untuk aparatur sipil negara, serta TNI dan Polri. Hingga 2018, pemerintah mengeluarkan dana kurang lebih Rp115 triliun.
"Di tahun 2019 saja, total biaya yang dibayar pemerintah untuk segmen PBI APBN sebesar Rp48,71 triliun. Sementara untuk tahun 2020, pemerintah akan membayari segmen PBI APBN sebesar Rp48,74 triliun. Belum lagi untuk segmen PBI APBD,"
"Masyarakat kami harapkan dapat ikut turun tangan menjaga keberlanjutan Program JKN-KIS. Dimulai dari hal yang sederhana saja, misalnya mendaftarkan diri dan keluarga menjadi peserta JKN-KIS selagi sehat, membayar iuran JKN-KIS secara rutin, tepat waktu, dan tidak menunggak, serta menjaga kesehatan dengan menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih," ujar Iqbal.
(rea)