Pemerintah didesak melanjutkan kembali roadmap simplifikasi strata tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang dihilangkan setelah revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 tahun 2017 menjadi PMK nomor 156 tahun 2018.
Partner Tax Research & Training Services DDTC B Bawono Kristiaji mengatakan simplifikasi tersebut perlu dilanjutkan untuk meningkatkan kesetaraan, efektivitas pengendalian konsumsi rokok dan optimalisasi penerimaan negara lewat CHT.
Simplifikasi tersebut dapat dimulai dengan penggabungan batasan produksi sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Pajak Gaji ke-13 PNS Ditanggung Pemerintah |
"Kalau misalnya batasan produksi SKM dan SPM itu tidak digabung, kami menghitung proyeksi penerimaan cukai misalnya yang di 2020 itu sulit tercapai targetnya karena tidak optimal," ujarnya dalam webinar yang digelar DDTC, Selasa (21/7).
Menurut Bawono, kekhawatiran pemerintah dan sejumlah kalangan bahwa simplifikasi akan menyebabkan terjadinya oligopoli atau monopoli di dalam pasar justru kurang beralasan.
Terlebih, jika dilihat lebih jauh, penurunan jumlah pabrikan industri hasil tembakau justru tidak disebabkan oleh simplifikasi melainkan karena regulasi lain di luar CHT.
Dengan struktur seperti sekarang ini, terbuka celah bagi pabrikan besar untuk menghindar dari tarif tinggi atau golongan 1. Di sisi lain, simplifikasi justru dapat lebih mendorong terciptanya level of playing field yang lebih setara.
"Kalau simplifikasi, pabrikan kecil nantinya tetap bisa dilindungi dengan ada di tier dua saja. Sementara yang besar-besar ada di tier satu, yang tarifnya sesuai," sambungnya.
Selain melanjutkan peta jalan simplifikasi tarif CHT, ia juga memberikan tiga rekomendasi dan usulan untuk merespons tiga permasalahan fundamental dalam kebijakan CHT.
Pertama, penetapan nilai optimal atas jarak tarif CHT dan harga jual eceran (HJE). Ada dua pertimbangan utama yang patut menjadi perhatian pemerintah, yakni memperkecil jarak CHT dan HJE golongan 1 dan golongan 2 untuk rokok mesin serta memperlebar jarak tarif CHT dan HJE antara rokok mesin dengan rokok tangan untuk melindungi tenaga kerja industri hasil tembakau.
Kedua, menghapus ketidaksesuaian rasio harga transaksi pasar (HTP) dan HJE untuk mengoptimalkan fungsi pengendalian konsumsi produk tembakau.
Ketiga, menjamin rencana simplifikasi struktur CHT nasional yang telah disusun dalam Perpres No.18/2020 dan PMK 77/2020 dapat diimplementasikan secara efektif ke dalam suatu blueprint kebijakan CHT.