Indonesia akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020. Biasanya, Pilkada berdampak pada kenaikan konsumsi masyarakat lantaran para calon melakukan belanja kampanye besar-besaran.
Namun, sejumlah ekonom memprediksi Pilkada kali ini tidak berdampak signifikan pada konsumsi masyarakat karena diselenggarakan saat pandemi virus corona (Covid-19).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memperkirakan model kampanye seperti pemasangan baliho, spanduk, pembagian alat peraga kampanye lainnya, tidak semasif Pilkada serentak sebelumnya. Pasalnya, masyarakat masih membatasi kegiatan di luar rumah karena penyebaran virus reda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Efek Pilkada tahun ini tidak signifikan bagi perekonomian," ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com, Minggu (6/9).
Selain itu, kata Bhima, tradisi pesta demokrasi lainnya seperti penyelenggaraan hiburan rakyat lewat musik, sewa panggung kampanye sampai acara kesenian juga dipastikan sepi. Sewa mobil untuk iring-iringan kampanye juga diramal macet tahun ini, terutama di daerah yang masih melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi.
"Akibatnya dampak kucuran uang dari kandidat kepala daerah ke masyarakat sangat terbatas," katanya.
Bhima menuturkan biasanya kontestasi politik elektoral lima tahunan tersebut mengerek Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT). Sebut saja, pada 2019 lalu saat Pemilihan Presiden (Pilpres) pengeluaran konsumsi LNPRT meroket 10,6 persen ditopang kegiatan kampanye oleh tim sukses.
Kondisi serupa terjadi pada Pilkada serentak 2017 yang mengerek pengeluaran konsumsi LNPRT sebesar 8,02 persen pada tiga bulan pertama 2017.
"Tahun ini diperkirakan lebih rendah pertumbuhannya," katanya.
Pendapat tersebut diamini oleh Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet. Ia menilai penyelenggaraan Pilkada serentak tahun ini tidak berdampak signifikan pada konsumsi masyarakat.
"Jadi, karena dampaknya ke konsumsi kecil makanya dampaknya ke ekonomi juga otomatis kecil," kata Yusuf saat dikonfirmasi terpisah.
Yusuf menjelaskan sebetulnya hajatan pemilihan umum hanya berdampak kepada pos pengeluaran konsumsi LNPRT saja. Sementara itu, pos tersebut memiliki kontribusi relatif kecil kepada total konsumsi masyarakat.
Pada kuartal II 2020 lalu misalnya, pos pengeluaran konsumsi LNPRT hanya berkontribusi 1,36 persen kepada konsumsi masyarakat. BPS mencatat LNPRT minus 7,76 persen dari sebelumnya tumbuh 15,29 persen.
"Jadi, Pilkada hanya berkontribusi pada pos LNPRT saja, yang secara kontribusi relatif kecil kepada konsumsi masyarakat," ujarnya.
Lihat juga:Membedah Poin dan Alasan Revisi UU BI |
Selain pos LNPRT, lanjutnya, Pilkada biasanya mendorong konsumsi pakaian dan alas kaki karena banyaknya kaos peserta Pilkada yang dibagikan cuma-cuma ke masyarakat. Namun, untuk Pilkada kali ini aktivitas bagi kaos gratis itu diprediksi lesu.
"Ada protokol kesehatan pasti kampanye terbuka juga akan dibatasi, sehingga aktivitas pembagian kaos ini juga akan relatif kecil," katanya.
Pada kuartal II 2020 lalu, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi minus 5,32 persen secara tahunan. Posisi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kuartal I 2020 yakni tumbuh 2,97 persen maupun kuartal II 2019 yakni 5,05 persen.
(ulf/fra)