Polemik Aturan Cuti Hamil dan Haid

CNN Indonesia
Rabu, 07 Okt 2020 10:16 WIB
Sejumlah poin yang mengatur pemberian hak cuti hamil dan haid ke pekerja di UU Ketenagakerjaan hilang di UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Sejumlah pasal yang mengatur cuti haid dan hamil bagi pekerja perempuan hilang di UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR awal pekan lalu. Ilustrasi. (Thinkstock/Piotr Marcinski).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjamin pemberian cuti hamil dan cuti haid tetap ada bagi pekerja usai pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Ketentuan ini diklaim tidak berubah dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Di UU ini (Omnibus Law Ciptaker) tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan," ujar Airlangga, dikutip Rabu (7/10).

Faktanya, berdasarkan draf final Omnibus Law Cipta Kerja yang didapat CNNIndonesia, tidak ditemukan pasal yang secara spesifik menyatakan pemberian cuti hamil dan cuti haid kepada pekerja. Padahal di UU Ketenagakerjaan, ketentuan ini secara khusus tertuang dalam empat pasal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satunya pada Pasal 81. Pada pasal itu dijelaskan pekerja/buruh perempuan yang merasakan sakit saat haid dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu siklus itu.

Pelaksanaannya sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Begitu juga dengan cuti haid. "Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan," bunyi Pasal 82 ayat 1 UU Ketenagakerjaan.

Selain itu, pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat satu setengah bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Bahkan, Pasal 84 UU Ketenagakerjaan mewajibkan para pekerja/buruh perempuan yang mendapat hak cuti tersebut tetap mengantongi upah penuh.

Namun, ketentuan ini tidak ada lagi di Omnibus Law Ciptaker. Ketentuan cuti bagi pekerja hanya secara umum.

Hal itu tertuang di Pasal 79, di mana pemberi kerja wajib memberi waktu istirahat dan cuti. Istirahat diberikan antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.

Lalu, diberikan pula istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

"Cuti yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus," tulis Pasal 79 ayat 3 Omnibus Law Ciptaker.

Pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Selain waktu istirahat dan cuti yang sudah diatur, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

[Gambas:Video CNN]



(uli/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER