Menilik Aturan Besaran Pesangon di Omnibus Law UU Cipta Kerja

CNN Indonesia
Kamis, 08 Okt 2020 13:13 WIB
Dalam UU Cipta Kerja, pemerintah mengatur pesangon diberikan paling banyak, sementera di UU Ketenagakerjaan paling sedikit.
UU Cipta Kerja memungkinkan pengusaha membayar pesangon dalam jumlah kecil karena mengatur batas maksimal pemberian pesangon. Ilustrasi. CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Omnibus Law Cipta Kerja dapat menjadi acuan perusahaan untuk memberikan uang pesangon minim kepada pegawai yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bahkan, kebijakan tersebut bisa diterapkan pada pegawai tetap yang telah bekerja selama puluhan tahun.

Potensi itu berada pada Poin 44 Pasal 81 Omnibus Law Ciptaker yang merevisi Pasal 156 (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam beleid baru, pemerintah memang masih mewajibkan perusahaan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Namun, pemerintah menetapkan batas atas pemberian pesangon untuk 9 kategori pekerja yang dibagi berdasarkan masa kerja, mulai dari kurang dari 1 tahun hingga lebih dari 8 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai berikut: ...," tulis Poin 44 Pasal 81 Omnibus Law Cipta Kerja, dikutip Kamis (8/10).

Bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun besaran pesangon maksimal 1 bulan upah, lebih dari 1 tahun tapi kurang dari 2 tahun 2 maksimal 2 bulan upah, lebih dari 2 tahun tapi kurang dari 3 tahun maksimal 3 bulan upah, hingga lebih dari 8 tahun maksimal 9 bulan upah.

Konsekuensinya, jika Omnibus Law Cipta Kerja diterapkan, pekerja yang sudah bekerja selama 10 tahun bisa menerima pesangon kurang dari upah per bulannya.

Aturan ini berbeda dari sebelumnya di mana pemerintah hanya mengatur batas bawah dari masing-masing kategori pekerja.

[Gambas:Video CNN]

"Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling sedikit sesuai ketentuan sebagai berikut: ...," bunyi Pasal 156 (2) UU Ketenagakerjaan.

Dalam ketentuan lama, untuk pekerja dengan masa kerja lebih dari 8 tahun besaran pesangon paling sedikit 9 bulan upah. Artinya, pekerja yang sudah bekerja selama 10 tahun dengan upah terakhir Rp5 juta per bulan minimal menerima uang pesangon Rp45 juta.

"Karena UU Ketenagakerjaan dengan pendekatan paling minimal, artinya, pesangon itu tidak dibatasi masih bisa bertambah. Sedangkan UU Cipta Kerja hanya membatasi jumlah tertentu tanpa bisa bertambah lagi. Ini bisa dipastikan memuat kepentingan pengusaha," ujar Pakar Hukum Tata Negara Abdul Fickar Hadjar kepada CNNIndonesia.com, Rabu (7/10).

Secara terpisah, Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga Hadi Subhan mengaku heran dengan penerapan batas atas uang pesangon tersebut.

"Memang aneh, pesangon dibatasi batas atas. Padahal, kan bisa saja perusahaan yang besar akan menambah sukarela jumlah pesangon dari ketentuan minimal," ujarnya.

Dalam revisi Pasal 156 (5) UU Ketenagakerjaan yang diatur Omnibus Law Ciptaker, pemerintah menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Oleh karenanya, Hadi melihat masih ada harapan untuk memperjelas perubahan aturan Pasal 156 (2) agar dalam penerapannya tidak mengurangi besaran pesangon yang berlaku saat ini.

"Semoga PP menentukan bahwa ketentuan itu dimaksudkan tidak bertambah dan tidak berkurang," ujar Hadi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintah tengah menyusun 40 aturan turunan dari Omnibus Law Cipta Kerja yang ditargetkan rampung dalam 1 bulan.

"Kemudian tadi arahan Presiden seluruhnya daripada PP dan Perpres itu ada sekitar 40, (terdiri dari) 35 PP dan 5 perpres," ujarnya dalam konferensi pers virtual terkait UU Ciptaker kemarin.

CNNIndonesia.com berusaha meminta tanggapan dari Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso terkait perubahan ketentuan uang pesangon itu. Namun, kedua pihak belum memberikan respons.

(ulf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER