Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan perbedaan halaman dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak perlu dipermasalahkan.
Menurutnya, perbedaan halaman pada beleid tersebut bisa jadi dikarenakan perbedaan huruf (font) dan kertas yang digunakan.
"Tidak perlu terpaku pada halaman karena tergantung jenis kertas, dan jenis font yang digunakan kan beda-beda," kata Airlangga dalam Dialog Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf yang disiarkan secara langsung oleh TVRI, Minggu (25/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, jumlah halaman di draf UU Ciptaker terus berubah sejak disahkan dalam Sidang Paripurna di DPR, Senin (5/10) lalu. Catatan CNNIndonesia.com, terdapat lima versi UU Ciptaker yang beredar di publik dengan jumlah halaman yang berbeda-beda.
Lima versi draf UU Ciptaker itu adalah 1.028 halaman, 905 halaman, 1.052 halaman, 1.035 halaman, dan 812 halaman.
Meski mendapat banyak kritik, Airlangga mengatakan Omnibus Law dibutuhkan di Indonesia dengan tujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Pasalnya, ia mengklaim tahun ini ada 13,4 juta pengangguran, lebih banyak dari pada tahun-tahun sebelumnya.
Setiap tahunnya, ada 2,9 juta lulusan S1 di Indonesia, dari jumlah itu hanya sekitar 2,4 juta yang terserap lapangan pekerjaan. Sementara 400 ribu lainnya belum bisa bekerja.
Karena kondisi itulah, Omnibus law diperlukan karena diklaim dapat menciptakan banyak lapangan pekerjaan. Kedepannya, Airlangga mengatakan, pengusaha kecil dan menengah dapat dengan mudah membuat perseroan terbatas (PT) di Indonesia, dengan begitu maka lapangan pekerjaan akan bertambah luas.
"Perlu ada cara berbeda untuk menyerap lapangan kerja. Tujuan dari omnibus ini adalah menghapus hiper-regulasi. Contoh di Singapura untuk mendirikan PT cukup Sin$1. Di Indonesia minimal Rp50 juta, jadi mereka usaha kecil menengah sulit bikin PT, dengan omnibus lapangan kerja bertambah," tuturnya.
(mln/gil)