Indonesia akhirnya mengikuti tren yang tengah mendunia, yakni masuk ke jurang resesi ekonomi karena pandemi virus corona atau covid-19. Pasalnya, ekonomi Tanah Air negatif pada dua kuartal secara berturut-turut.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi nasional berada di angka minus 3,49 persen pada kuartal III. Sebelumnya, laju perekonomian juga terkontraksi sekitar 5,32 persen pada kuartal II 2020.
Ekonom CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan resesi ini sudah menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera menginjak gas pemulihan ekonomi guna mencegah risiko resesi berkepanjangan. Bahkan, antisipasi itu seharusnya sudah dilakukan sejak jauh hari, tanpa menunggu pengumuman kantor statistik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tanpa tunggu rilis BPS, sudah semestinya diestimasi dan antisipasi dari kemarin," ucap Faisal kepada CNNIndonesia.com, Rabu (4/11).
Lantas, bagaimana cara mengatasi resesi ekonomi dan pulih agar tak berada di jurang itu terlalu lama?
Pertama, menurut Faisal, cara paling dasar adalah mempertahankan daya beli masyarakat. Caranya dengan mempercepat lagi penyaluran bantuan sosial (bansos) dan program dukungan lainnya yang sudah ada di program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Khususnya daya beli masyarakat menengah ke bawah," imbuhnya.
Kedua, menjaga ketahanan dunia usaha. Misalnya dengan mempercepat realisasi insentif perpajakan dan relaksasi aturan lain. Tujuannya agar dunia usaha masih bisa berproduksi dan menangkap cuan di tengah tekanan pandemi.
"Ini juga untuk meminimalisir dampak pada pengangguran dan PHK," tekannya.
Ketiga, semakin serius menanggulangi pandemi corona di dalam negeri. Sebab, apabila kasus positif terus menanjak, hal ini akan membuat kepercayaan masyarakat untuk melakukan akitivitas dan mobilitas yang menopang pertumbuhan jadi turun.
Di sisi lain, Faisal khawatir penanggulangan pandemi corona yang tak maksimal hanya menguras fiskal negara. Sebab, semakin lama pandemi, maka stimulus fiskal harus diberikan secara terus-menerus.
Lihat juga:Empat Kesalahan Keuangan saat Resesi Ekonomi |
"Sebaliknya, semakin tinggi dampak penanganan pandemi, maka akan semakin rendah beban fiskal untuk perlindungan sosial," katanya.
Keempat, tetap menggenjot ekspor dan investasi. Pasalnya, kedua indikator ini juga penting kontribusi pertumbuhannya bagi laju ekonomi nasional, khususnya ketika konsumsi rumah tangga, penyumbang ekonomi terbesar tengah tertekan.
Untuk investasi, Faisal bilang hasilnya akan sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah menanggulangi pandemi. Sebab, akan mempengaruhi tingkat keyakinan investor.
Namun, setidaknya investasi bisa tetap dimaksimalkan, meski harus lebih diarahkan ke luar Jawa. "Kemudian, arahkan investasi ke industri yang bisa menciptakan lapangan kerja, seperti padat karya dan manufaktur," jelasnya.
Sementara untuk ekspor, Faisal menilai sebenarnya sangat mungkin ditingkatkan karena bergantung pada pasar internasional. Kebetulan, mitra dagang Indonesia di pasar internasional sudah mulai pulih, seperti China.
Kelima, caranya dengan terus menciptakan lapangan kerja dan konsumsi kelas menengah atas. Tujuannya, agar beban fiskal berkurang dan simpanan para kelas menengah atas yang meningkat di perbankan bisa masuk ke ekonomi riil.
Terakhir, pemerintah perlu segera merealisasikan pembangunan yang berkelanjutan, misalnya dengan mengutamakan energi baru terbarukan. Tujuannya, agar Indonesia bisa menyerap tren investasi hijau yang tengah diprioritaskan oleh para investor asing.
Ekonom INDEF Ahmad Tauhid menambahkan jurus mengatasi resesi ekonomi yang tak kalah penting adalah dengan menggandeng para pemerintah daerah agar bisa menelurkan kebijakan yang turut mendukung pemulihan ekonomi. Namun, hal ini butuh modal, misalnya pemerintah pusat menambah kapasitas pinjaman anggaran ke daerah.
"Bahkan pinjaman tidak hanya bisa berasal dari pemerintah pusat, namun sesama daerah, termasuk daerah yang mungkin tidak terdampak parah oleh pandemi covid-19," pungkasnya.