Indonesia mengantongi bisnis senilai US$85,5 juta atau sekitar Rp1,1 triliun dari jalinan kerja sama dengan Amerika Latin dan Karibia (INA-LAC).
Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri I Gede Ngurah Swajaya merinci dari angka tersebut sebesar US$14,3 juta atau Rp200 miliar di antaranya masih berupa potensi bisnis yang belum ditandatangani.
Swajaya menyebut kerja sama yang terbentuk tahun ini naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Hal ini, menurutnya, menunjukkan sinergi bisnis dari investor Amerika Latin dan Karibia yang menjanjikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mencatat ada 490 partisipan yang menghadiri forum, baik dari Indonesia, Latin Amerika, dan Karibia. Ditonton oleh ribuan orang di Youtube, tentu ini menjadi penyemangat bagi kami di masa depan," katanya pada penutupan INA-LAC Business Forum 2020 secara daring, Rabu (11/11).
Di kesempatan sama, dia menyebut saat ini terdapat 108 proyek di dalam negeri yang membutuhkan suntikan dana investor asing. Proyek tersebut berasal dari 10 sektor berbeda dan 11 provinsi di Indonesia.
Meski tak merinci lebih lanjut soal peluang investasi tersebut, namun ia memastikan bahwa investor tidak perlu pusing mengurus izin seperti pembebasan tanah. Proyek siap digarap, baik tanah maupun izin telah disiapkan oleh pemerintah RI.
"Ketika saya bilang siap untuk menawarkan investasi, investor tidak perlu pusing soal lahan, tanah sudah disediakan. Semua tersedia," imbuhnya.
Lalu, ia bilang dalam forum bisnis dua yang berlangsung dari 9-11 November lalu ini, salah satu hal yang menarik perhatian investor adalah soal kooperasi dan peningkatan kualitas produk halal.
Sejalan dengan rencana pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengembangkan ekonomi syariah dan industri halal, ia yakin ke depannya gerbang investasi ke produk halal akan semakin terbuka.
"Saya rasa banyak kolega kita tertarik untuk melihat lebih jauh dari kesempatan berbisnis produk halal," pungkasnya.