Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PPKJS) Universitas Indonesia, Renny Nurhasana mendesak Kementerian dan Lembaga (K/L) mendukung kebijakan Kementerian Keuangan mengerek cukai rokok 2021.
Dukungan dapat ditunjukkan dengan mengeluarkan kebijakan preventif di bidang mereka masing-masing. Menurut dia, keputusan menaikkan harga cukai tembakau (CHT) di tengah pandemi seharusnya menjadi momentum pengendalian konsumsi rokok di masyarakat.
Ia mengambil contoh, dari Kementerian Kesehatan dukungan kebijakan bisa dilakukan dengan mengebut revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pp itu, pemerintah rencananya akan dilarang total iklan dan promosi rokok, serta memperbesar pencantuman gambar peringatan di bungkus rokok.
Lalu, dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dapat mengupayakan pengendalian konsumsi rokok di sekolah dan kalangan teman sebaya (peers). Karena untuk perokok muda, harga dan pengaruh teman menjadi dua faktor pendorong konsumsi terbesar.
Lalu, Kementerian Sosial dapat melarang penerima bantuan tunai (BLT) untuk membelanjakan bantuan untuk membeli rokok.
"Dengan adanya momen kenaikan tarif CHT 2021 seharusnya K/L lain bergerak memulai mendukung keputusan karena pengendalian konsumsi rokok tidak berdiri sendiri," katanya pada webinar daring Komnas Pengendalian Tembakau, Jumat (11/12).
Seperti diketahui, pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen per 1 Februari 2021. Kenaikan berlaku untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).
Pengecualian diberikan kepada Sigaret Kretek Tangan (SKT) karena menyerap paling banyak tenaga kerja.
(wel/agt)