Pakar Sebut Status 3,4 Juta Ha Lahan Sawit Tak Jelas

CNN Indonesia
Kamis, 17 Des 2020 08:21 WIB
Dewan Pakar Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) Petrus Gunarso menyebut 3,4 juta lahan kelapa sawit masih tumpang tindih dengan kawasan hutan.
Dewan Pakar Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) Petrus Gunarso menyebut 3,4 juta lahan kelapa sawit masih tumpang tindih dengan kawasan hutan. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/ Budi Candra Setya).
Jakarta, CNN Indonesia --

Dewan Pakar Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) Petrus Gunarso menyebut masih ada 3,4 juta hektare perkebunan kelapa sawit yang tak jelas statusnya karena tumpang tindih dengan kawasan hutan. Angka itu setara dengan 22 persen dari total lahan sawit di Indonesia.

Melihat hal itu, Petrus menilai pemerintah perlu melakukan perbaikan tata ruang untuk mengatasi masalah tumpang tindih lahan tersebut.

"Ketidakjelasan status ini tentu akan mengganggu bagi sustainability maupun feasibility, juga trust bagi siapapun yang akan mengajukan sertifikasi sebagai upaya untuk mewujudkan sustainability," ucapnya dalam diskusi virtual bertajuk Masa Depan Biodiesel Indonesia, Rabu (15/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Petrus menjelaskan tumpang tindih lahan tersebut berada di wilayah Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Tengah. Ia mengusulkan solusi berupa tata ruang kesepakatan untuk memperjelas status lahan dan melakukan legalitas penanaman kelapa sawit di atasnya.

Ia juga menyarankan solusi tersebut dilakukan pertama kali di Kalimantan Tengah yang paling banyak tumpang tindihnya.

"Kalau Kalteng ini bisa dilakukan. Itu otomatis bisa menjadi model untuk melakukan di Riau dan provinsi lainnya, dan kalau itu terselesaikan maka 3,4 juta hektar yang tumpang tindih ini akan menjadi potensi besar menjadi legal dan ke depan untuk sertifikasinya penataannya itu akan menjadi lebih baik," ucapnya.

Opsi kedua adalah mengembalikan mekanisme penunjukan hutan kepada Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

[Gambas:Video CNN]

"Bahwa penunjukan hutan itu untuk ditetapkan sebagai hutan tetap. Jadi tidak ada lagi penunjukan hutan untuk bisa dilepaskan (untuk konversi jadi perkebunan kelapa sawit)," jelasnya.

Di samping itu, karena kemampuan evaluasi dan monitoring saat ini menggunakan citra satelit, penunjukan hutan juga harus disesuaikan dengan realitas yang ada di lapangan.

"Jadi penunjukan hutan berbasis pada luasan tutupan hutan, bukan luas yang ditunjuk sebagai kawasan hutan," ujarnya.

(hrf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER