Bank Indonesia (BI) menyebut transaksi mata uang asing paling banyak berasal dari dolar Singapura. Jumlahnya mencapai 44 persen atau setara Rp18,4 triliun dari total transaksi mata uang asing Rp41,83 triliun per Juni 2020.
Disusul oleh dolar AS sebesar 32 persen atau Rp13,38 triliun, yuan China 8 persen, setara Rp3,34 triliun, ringgit Malaysia 4 persen, atau Rp1,67 triliun, dan euro Eropa Serta dolar Australia masing-masing 3 persen, atau Rp1,25 triliun.
Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Onny Widjanarko mengatakan transaksi pada sistem pembayaran dan kegiatan layanan mata uang asing sempat jatuh akibat pandemi. Namun, mulai bangkit pada Juni 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dihitung ulang April 2020 ke Juni 2020 itu meningkat dari Rp29,3 triliun menjadi Rp41,8 triliun, ini sekali lagi covid-19 sangat mempengaruhi industri KUPVA (Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing)," ujarnya dalam diskusi Bisnis Pertukaran Valuta Asing, Senin (21/12).
Jika ditengok berdasarkan wilayah, maka sebaran KUPVA bukan bank mayoritas berada di DKI Jakarta. Terdiri dari 395 kantor pusat dan 193 kantor cabang.
Sementara itu, transaksi dolar Singapura paling mendominasi di ibu kota, mencapai 41 persen dari total transaksi mata uang asing. Disusul oleh dolar sebesar AS 36 persen dan ringgit Malaysia 4 persen
"Yang di DKI Jakarta paling banyak malah dolar Singapura, jadi banyak orang Singapura ke Jakarta," jelasnya.
Selain DKI Jakarta, kota lainnya yang mendominasi sebaran KUPVA bukan bank, yakni Bali dan Riau.
Berbeda dengan kondisi di ibu kota, dolar AS justru mendominasi transaksi mata uang di Bali sebesar 49 persen. Diikuti oleh dolar Australia 20 persen dan euro Eropa 14 persen.
Sedangkan di Riau, dolar Singapura mendominasi transaksi mata uang asing, yakni 74 persen. Diikuti oleh yuan China sebesar 18 persen dan ringgit Malaysia 5 persen.
"Kalau Riau pasti dolar Singapura, karena dekat jaraknya. Jadi, mata uang yang banyak diperjualbelikan di Riau itu dolar Singapura sebesar 74 persen," ucapnya.