Pemerintah akan mengurangi jumlah pembangkit listrik baru hingga 15,5 Gigawatt (GW) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Pasalnya, pertumbuhan konsumsi listrik dalam sepuluh tahun mendatang diprediksi lebih rendah dari proyeksi tahun-tahun sebelumnya.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan (Gatrik) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan prediksi konsumsi juga akan berimbas pada proyek 35 ribu Megawatt atau 35 GW yang dicanangkan Presiden Jokowi.
Tak hanya itu kapasitas pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) yang mencapai sebesar 500 mega watt (MW) juga akan dikurangi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami kurangi 15,5 GW dari RUPTL yang ada pada periode lalu, tentu saja ada pengurangan yang bagian dari proyek 35 GW ya," tuturnya dalam video conference, Rabu (13/1).
Dalam RUPTL 2021-2030 yang akan dirampungkan dalam waktu dekat, kata Rida, pemerintah juga melakukan penyesuaian pada target pertumbuhan listrik menjadi lebih moderat.
Proyeksi baru tersebut bahkan jauh di bawah proyeksi RUPTL awal yang memproyeksikan pertumbuhan listrik rata-rata mencapai 6,4 persen.
"Berkaca dari kasus 2020 akibat covid-19 ini pemulihan ekonomi seperti apa, no body knows kapan ini akan berakhir. Kami beri kesempatan dengan PLN ambil sikap tempatkan rata-rata pertumbuhan listrik selama 10 tahun ke depan. Bayangkan RUPTL lama 6,4 persen, ya sekarang 5 persen aja enggak, 4,9 persen," tegasnya.
Rida juga menegaskan, meski ada pengurangan tambahan kapasitas pembangkit EBT, pemerintah masih berkomitmen menjalankan Perjanjian Paris untuk menekan emisi karbon dan mengejar target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
"Kami akan perjuangkan pada RUPTL yang baru. Kalau boleh tahu bocoran apa sih kebijakan pemerintah, kami ingin commit pada kebijakan Paris Agreement dan salah satunya wujudkan bauran energi 23 persen pada tahun 2025," tandasnya.