Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkap perjanjian perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) tidak menguntungkan Indonesia setelah India memutuskan tak ambil bagian dari perjanjian.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menyebut RCEP berpotensi membuat pertumbuhan impor lebih tinggi daripada ekspor saat RCEP diterapkan.
Dia menilai RCEP tidak akan mengurangi defisit neraca perdagangan untuk beberapa komoditas pertanian yang memiliki ketergantungan impor seperti daging sapi, gula pasir, dan bawang putih. Pasalnya, komoditas tersebut acap kali diimpor dari India yang tidak masuk dalam RCEP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat hal itu, ia menilai dampak RCEP tidak akan signifikan bagi RI. Mengutip data Kementerian Perdagangan, realisasi impor 2020 untuk ketiga komoditas masih tinggi, seperti bawang putih dengan realisasi sebesar 575.473 ton.
Lalu, daging sapi dengan catatan realisasi impor sebesar 298.266 ton pada 2020 dan gula pasir sebesar 971.295 ton.
"Dari hasil hitungan beberapa lembaga, kalau kami lihat ini tidak menguntungkan bagi Indonesia secara riil setelah India tidak menyepakati atau keluar," katanya pada diskusi daring Indef bertajuk Daya Tahan Sektor Pertanian: Realita atau Fatamorgana? pada Rabu (17/2).
Indef memproyeksikan pertumbuhan ekspor setelah RCEP akan lebih rendah dari impor yaitu 1,2 persen, sedangkan impor mencapai 1,4 persen.
Lihat juga:Jerit Korban TikTok Cash, Jutaan Rupiah Raib |
Oleh karena itu, ia menilai pemerintah harus memastikan agar RCEP tidak membuat neraca perdagangan kian timpang. Ia menyebut jika pemerintah juga ikut memperkuat produksi dalam negeri, maka ketimpangan tidak akan mengkhawatirkan.
"Meski positif tapi mesti diwaspadai ke depan karena beberapa produk akan jauh lebih tinggi (impornya) setelah menandatangani perjanjian perdagangan," ujarnya.
Untuk diketahui, RCEP merupakan kemitraan ekonomi komprehensif regional Asia yang bertujuan mengonsolidasikan lima perjanjian perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang dimiliki ASEAN dengan China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.