REI Pesimistis DP KPR 0 Persen Buat Sektor Properti Bergairah
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida mengatakan kebijakan Bank Indonesia (BI) terkait pembayaran uang muka (down payment/DP) kredit pemilikan rumah (KPR) atau properti lain yang bisa nol persen tak akan berpengaruh signifikan terhadap penjualan rumah di dalam negeri.
Totok menyatakan yang menjadi masalah saat ini bukan soal pembayaran DP saat membeli properti. Menurutnya, yang menjadi persoalan di sektor properti adalah ketakutan perbankan dalam menyalurkan KPR.
"Sekarang masalah yang dihadapi bukan DP nol persen, tapi perbankan ketakutan menyalurkan kredit," ucap Totok kepada CNNIndonesia.com, Kamis (18/2).
Ia menyatakan perbankan kini lebih pelit memberikan kredit properti kepada masyarakat. Sebagai gambaran, dari 10 orang yang mengajukan kredit, yang disetujui hanya delapan orang atau bahkan tidak ada sama sekali.
"Sekarang semua properti dipersulit, mulai dari rumah sederhana sampai rumah mewah," terang Totok.
Dengan demikian, Totok menyatakan industri tak butuh kebijakan DP nol persen, tapi bagaimana perbankan lebih berani untuk menyalurkan kredit properti kepada masyarakat. Pasalnya, masyarakat jadi kesulitan untuk membeli rumah jika tak mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan.
"Kalau kredit tidak dikasih, bagaimana ekonomi mikro mau jalan," imbuh Totok.
Selain itu, ia khawatir sikap perbankan yang ketakutan menyalurkan kredit akan membuat industri properti tidak sehat. Sebab, persentase masyarakat yang membeli rumah melalui KPR saat ini turun dari 90 persen menjadi 60 persen.
Sementara, 30 persen pembeli menggunakan skema in house. Artinya, pembeli bukan membayar angsuran ke bank, melainkan langsung ke pengembang.
"Itu menyeramkan karena tidak semua pengembang sehat. Kalau in house pembeli hanya memegang selembar surat, kwitansi setoran, kalau lewat bank, sertifikat rumah di bank, ada faktor aman untuk masyarakat. Itu lebih penting," jelasnya.
Terlebih, tak semua pengembang masuk sebagai anggota REI. Dengan demikian, masyarakat akan kesulitan meminta bantuan jika ada masalah dengan pengembang.
"Kalau ada masalah susah, tidak semua anggota REI, karena tidak semua daerah memberikan syarat bagi pengembang untuk menjadi anggota asosiasi," ucap Totok.
Untuk itu, ia berharap ada kebijakan dari BI atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang membuat perbankan tak khawatir dalam menggelontorkan kredit di sektor properti. Jika ini dibiarkan, maka dampaknya tak sehat untuk dunia usaha.
Diketahui, BI mengubah ketentuan rasio uang muka kredit rumah (Loan to Value/LTV) kredit dan pembiayaan properti dari semula 85 persen sampai 90 persen menjadi 100 persen. Pelonggaran berlaku untuk semua jenis properti.
Artinya, pembelian rumah yang semula memerlukan DP sebesar 10 persen sampai 15 persen, kini bisa bebas DP.
Pemberian LTV mencapai 100 persen ini hanya boleh dilakukan oleh bank yang memenuhi kriteria kesehatan dari sisi rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) dan rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF).