ANALISIS

Untung Buntung Rumus Baru Upah Buruh Jokowi

CNN Indonesia
Selasa, 23 Feb 2021 07:37 WIB
Ekonom menilai sejumlah variabel rumus baru upah baru lebih komprehensif tetapi berisiko membuat nominal upah lebih kecil.
Ekonom menilai aturan pesangon baru mempermudah perusahaan untuk melakukan PHK kepada pekerja dengan alasan merugi. Ilustrasi. (Istockphoto/Vergani_Fotografia).

Ubah Skema Pesangon

Tak hanya berpotensi memberikan upah yang lebih rendah, pemerintah juga mengeluarkan aturan lain soal ketenagakerjaan, yaitu PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Singkatnya, ada rumus baru juga untuk perhitungan pesangon tergantung jenis pemutusan hubungan kerjanya (PHK). Semula, perhitungannya jelas, sesuai masa kerja dan dihitung dari satu kali upah.

Kini berubah, ada 0,5 persen dari patokan, 0,75 persen dari patokan, hingga hanya sebesar satu kali upah, lagi-lagi tergantung jenis PHK-nya. Bagi Tadjudin, asal usul formula ini juga tidak jelas dan tentu bisa merugikan pekerja/buruh karena ada yang lebih rendah dari sebelumnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau dibaca dari PP yang dikeluarkan cuma ya ini jadi 0,5 persen, tapi kenapa harus pakai 0,5 persen itu tidak jelas. Padahal harusnya PP jelas karena merupakan aturan implementasi. Jadi apa pertimbangannya tiba-tiba 0,5 persen dari upah?" tanyanya.

Selain itu, menurutnya, aturan pesangon bisa mempermudah pengusaha untuk melakukan PHK kepada pekerja/buruh dengan alasan merugi, di mana hal ini pun sudah terjadi saat ini ketika pandemi covid-19. Saat ini, banyak perusahaan yang mengurangi pekerja/buruh karena mengaku tertekan, lalu langsung dikurangi begitu saja.

"Lalu kalau kondisinya seperti covid ini bagaimana? Ini PHK terjadi juga karena pembatasan dari pemerintah, perusahaan kurangi pekerjanya, apa lalu ada klasifikasi PHK karena ini, karena bangkrut, atau karena kebijakan?" paparnya.

Sementara Yusuf menilai klasifikasi PHK yang bermacam-macam di aturan baru sebenarnya masih bisa diterima dan sah-sah saja bila akan memengaruhi jumlah pesangon yang diterima.

Setidaknya aturannya jelas dan bisa jadi acuan. Masalahnya, kondisi di lapangan sering kali berbeda dengan aturan yang tertulis.

"Penerapan di lapangan sekali lagi pengawasan dalam pemberian pesangon ini perlu diperketat," kata Yusuf.

Yang tak kalah penting, sambungnya, adalah pusat informasi mengenai pesangon. "Karena kalau kita lihat perhitungan pesangon ini agak rumit. Skema tripatrit juga harus diperkuat sejalan dengan perubahan skema pesangon ini," pungkasnya.



(uli/sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER