Kenaikan Upah Minimum Buruh Berpotensi Susut Pakai Rumus Baru

CNN Indonesia
Selasa, 23 Feb 2021 14:32 WIB
Pengamat menilai kenaikan upah minimum pekerja setiap tahunnya bisa menyusut dengan rumus baru, dibandingkan dengan rumus penyesuaian upah minimum sebelumnya.(CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pengamat menilai kenaikan upah minimum pekerja setiap tahunnya bisa menyusut dengan rumus baru, dibandingkan menggunakan rumus penyesuaian upah minimum sebelumnya. Kondisi tersebut dikhawatirkan bisa mempengaruhi kesejahteraan pekerja.

Ketentuan baru itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Beleid itu merupakan aturan turunan dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Indonesia (UI) Aloysius Uwiyono mengatakan hal tersebut disebabkan rumus upah minimum baru menghilangkan komponen kebutuhan hidup layak (KHL). Sebelumnya, KHL menjadi pertimbangan pada perhitungan penyesuaian upah minimum lama mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

KHL sendiri terdiri dari 64 komponen yang ditinjau dalam waktu lima tahun oleh Dewan Pengupahan Nasional.

"Yang diterima pekerja tentunya lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan upah sebelumnya," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (23/2).

Selain itu, aturan lama juga memberikan peluang penyesuaian upah minimum untuk dirundingkan secara bipartit antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Sementara itu, aturan baru menegaskan bahwa penyesuaian upah berpedoman pada struktur dan skala upah.

Aloysius juga menuturkan rumus upah minimum baru lebih cenderung kepada angka-angka konstan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ketimbang membuka peluang perundingan.

Untuk diketahui, upah minimum dalam aturan baru menggunakan perhitungan batas atas dan batas bawah menggunakan variabel rata-rata konsumsi perkapita dan rata-rata banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang bekerja pada setiap rumah tangga.

Sedangkan, untuk Upah Minimum Provinsi (UMP) dihitung berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, yaitu meliputi tingkat daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah. Menurutnya, perundingan bipartit membuka peluang untuk kenaikan upah minimum yang lebih tinggi.

"Upah sebelumnya ditentukan oleh dewan pengupahan, sehingga merupakan hasil perundingan pengusaha, pekerja, dan pemerintah. Kalau perundingan tentunya lebih besar dibandingkan dengan yang ditentukan oleh BPS, kalau BPS sudah tetap angkanya," katanya.

Ia sendiri mengaku bingung terhadap rumus perhitungan upah minimum yang baru. Namun, ia menilai hal tersebut tidak banyak berpengaruh kepada pekerja lantaran perhitungan tersebut hanya berlaku bagi pekerja di bawah satu tahun, sedangkan pekerja lebih dari satu tahun menggunakan struktur skala upah.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar punya pandangan berbeda. Menurutnya, penyusutan kenaikan upah minimum tersebut bisa mempengaruhi kesejahteraan pekerja ke depannya, terutama pekerja yang menggantungkan pendapatannya hanya dari upah.

"Pemerintah harus menciptakan sebuah instrumen lain untuk menopang daya beli pekerja. Kalau pekerja nanti incomenya sebatas upah minimum yang kenaikannya lebih rendah, maka harus diberikan subsidi bagi pekerja," katanya.

Namun, ia sepakat dengan Aloysius bahwa rumus perhitungan upah minimum baru berpeluang mengurangi besaran kenaikan upah minimum setiap tahunnya. Alasannya, regulasi baru memberikan pilihan perhitungan berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Ini berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi.

Belum lagi, rumus upah minimum baru memasukkan sejumlah variabel pembagi seperti rata-rata konsumsi perkapita dan rata-rata banyaknya ART yang bekerja pada setiap rumah tangga.

"Kalaupun terjadi kenaikan cenderung lebih rendah paling satu persen atau tidak naik," ucapnya.

Ia mengatakan upah minimum adalah jaring pengaman yang ditentukan pemerintah untuk menjamin pekerja dan keluarganya bisa hidup layak, sehingga tidak ada kaitannya dengan tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah.

Apabila penentuan upah minimum menggunakan variabel paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah, maka upah minimum sudah diposisikan sebagai upah berdasarkan mekanisme pasar yang ditentukan oleh permintaan (supply) dan penawaran (demand).

"Saya nilai penggunaan variable-variabel tersebut cocok digunakan untuk menentukan nilai upah yang nilainya di atas upah minimum, bukan untuk menentukan upah minimum," katanya.



(ulf/age)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK