IBC: Ekspor Benur Triliunan, Negara Cuma Raup Rp10 Juta

CNN Indonesia
Rabu, 17 Mar 2021 20:39 WIB
IBC mengungkap negara cuma mendapat Rp10,57 juta dari ekspor benih lobster, sedangkan eksportir mendapatkan triliunan rupiah.
IBC mengungkap negara cuma mendapat Rp10,57 juta dari ekspor benih lobster, sedangkan eksportir mendapatkan triliunan rupiah. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Indonesia Budget Center (IBC) mengungkapkan kebijakan izin ekspor benih lobster atau benur merugikan negara. Sebab, negara cuma mendapat penerimaan sekitar Rp10,57 juta, sedangkan eksportir mencapai triliunan.

Direktur Eksekutif IBC Roy Salam mengatakan hitung-hitungan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP).

Menurut beleid tersebut, besaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dikantongi negara sebesar Rp259 per 1.000 ekor benur lobster yang 'terekspor'.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya, merujuk pada data ekspor benur dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, sekitar 42,29 juta ekor benur yang terekspor pada 2020.

"Nilai PNBP ekspor benur lobster sebanyak 42,29 juta ekor dikali Rp259 per 1.000 ekor sebesar Rp10,57 juta," ungkap Roy dalam diskusi virtual, Rabu (17/3).

Nilai tersebut, menurut Roy, sejatinya sangat kecil untuk ukuran PNBP. Ia menilai ada ketentuan tarif yang lebih besar untuk dikenakan pada ekspor benur lobster karena merupakan komoditas bernilai tinggi.

"Problem mendasar kecilnya tarif PNBP di tengah tingginya harga hasil tangkapan benur lobster di alam. Jadi ini pelajaran untuk negara," ucapnya.

Bukan cuma itu, menurutnya, penerimaan yang didapat negara juga tak sepadan dengan keuntungan yang bisa dikantongi para eksportir. Begitu juga dengan perputaran uang ke depan dari hasil budidaya benur oleh pengusaha di negara tujuan ekspor.

Saat ini, menurut hasil riset IBC, benur lobster pasir dijual dengan kisaran Rp11.900 sampai Rp14 ribu per ekor. Namun, ada juga data yang mencatat harganya bisa mencapai Rp42 ribu per ekor.

Rentang harga ini didapat dari harga yang berlaku di pasar Vietnam. Sementara, untuk lobster mutiara, harganya dibanderol di kisaran Rp21 ribu sampai Rp35 ribu per ekor dengan harga tertinggi bisa mencapai Rp98 ribu per ekor.

Dari kisaran harga ini, IBC mencatat potensi pendapatan eksportir benur lobster pasir dan mutiara yang dijual ke Vietnam bisa mencapai Rp1,78 triliun - Rp4,14 triliun.

Terdiri dari potensi pendapatan ekspor benur lobster pasir sebesar Rp503,26 miliar sampai Rp592,07 miliar dan potensi lobster mutiara Rp888,1 miliar sampai Rp1,48 triliun.

"Jadi, pemerintah hanya dapat sekitar Rp10 juta, sementara potensi pendapatan eksportir mencapai triliunan," imbuhnya.

Roy mengatakan kalau izin ekspor benur lobster tetap diberikan, maka nilai kerugian negara akan semakin bertambah. Sebab, benur lobster yang merupakan komoditas langka dan sangat mungkin meningkat nilainya bila dibudidaya sendiri, justru diekspor dengan PNBP yang tidak seberapa.

Potensi kerugian juga bisa meningkat lantaran jumlah ekspor benur lobster terus meningkat dari waktu ke waktu. Data terakhir yang dipaparkan mencatat ekspor benur lobster mencapai 7,3 juta ekor atau naik 8 persen dari 2019.

"Dengan negara tujuan ekspor terbanyak adalah Taiwan, China, dan Hong Kong," tuturnya.

Karena itu, ia menyarankan agar pemerintah menutup pintu ekspor benur lobster. Hal ini tidak seperti kebijakan yang saat ini diterapkan oleh KKP, yaitu moratorium.

"Perlu mencabut Permen KKP Nomor 12 Tahun 2020, bukan sekadar memberi SK Dirjen tentang moratorium ekspor karena tidak memiliki legitiasi hukum yang kuat," katanya.

Selain itu, perlu ada reformasi tarif PNBP di sektor kelautan dan perikanan agar penerimaan negara lebih optimal. Pemerintah juga perlu mendesain skema kebijakan, program, dan anggaran bagi pengembangan ekonomi nelayan lobster berbasis budidaya berkelanjutan.

[Gambas:Video CNN]

"KPK juga perlu membongkar tuntas aktor utama, eksportir gelap, hingga regulator yang memiliki peran dalam korupsi ekspor benur lobster," pungkasnya.

Sebagai pengingat, kebijakan izin ekspor benur lobster pernah ditolak oleh menteri kelautan dan perikanan era Kabinet Kerja, Susi Pudjiastuti. Tapi kemudian diizinkan oleh Edhy Prabowo, yang menggantikannya di era pemerintahan Kabinet Indonesia Maju.

Pembukaan izin ekspor benur lobster rupanya menimbulkan dugaan korupsi. Edhy pun diciduk KPK lantaran diduga terlibat.

Saat ini, izin ekspor benur lobster dimoratorium di era Sakti Wahyu Trenggono, menteri baru yang menggantikan Edhy. Namun, Trenggono pernah memberi sinyal akan menutup izin ekspor benur lobster karena ingin dibudidayakan sendiri di dalam negeri.

(uli/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER