Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyatakan larangan ekspor benih lobster saat ini cukup berupa moratorium dan akan dievaluasi lagi apakah perlu dipermanenkan setelah melewati setidaknya 1-2 kali masa pembudidayaan lobster.
"Menurut saya cukup moratorium dulu. Tinggal putuskan dua musim panen. Nanti para pakar lah yang bicara mana yang paling ideal," ucap Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin, Rabu (10/3).
Safri menyatakan masyarakat bisa diberikan kesempatan untuk melakukan budidaya benih lobster dalam kurun waktu satu sampai dua tahun. Lama waktu tersebut setara dengan dua musim pembudidayaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut kebijakan larangan ekspor benih lobster ini juga akan melemahkan pesaing Indonesia di pasar lobster budidaya, yaitu Vietnam.
"Jadi kita perkuat mereka (pembudidaya lobster Indonesia). Kita kasih waktu mereka berkembang, kita lindungi dengan tidak memberikan ekspor BBL, sehingga waktu (lobster) besar, lawan Indonesia (Vietnam) lemah karena dia tidak punya banyak stok," katanya.
Safri menuturkan, kini pihaknya juga mendukung penuh larangan ekspor bening benih lobster (BBL) atau benur yang telah ditetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, meski kebijakan tersebut masih bersifat sementara.
Menurutnya, kompetitor Indonesia bisa mengendalikan pasar jika diberi benih yang banyak, sehingga bisa merusak pangsa pasar Indonesia jika budidaya telah berhasil dilakukan di dalam negeri.
"Ingat, yang makan lobster itu terbatas, hanya di daerah tertentu dan di hari besar tertentu. Kita kan mau mengurangi produksi kompetitor kita. Kalau kita bisa kurangi BBL kita dikirim, otomatis kita bisa kontrol pasar," katanya.
Terpisah, juru bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi, menyebut saat ini pemerintah tengah menyiapkan peraturan permanen mengenai larangan benih ekspor, berupa Peraturan Menteri.
"Peraturan permanen ini tengah dikaji oleh KKP dengan menyesuaikan peraturan-peraturan di atasnya seperti UU Cipta Kerja, PP No. 27 tahun 2021, PP No. 5 tahun 2021, dan PP No. 21 tahun 2021," ujar Wahyu.
"Selama masa pengkajian dan moratorium ini, maka KKP dengan tegas melarang ekspor benih lobster."
Saat ini, sambung Safri, pemerintah akan lebih ketat dalam mengawasi larangan sementara ekspor benih lobster. Ia menyatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng kepolisian untuk membantu pengawasan tersebut.
"Sekarang lampu-lampu penangkap ekspor benih lobster ini banyak di pantai. Dinas-dinas bisa cek kami akan telusuri," katanya.
Lebih lanjut Safri menjelaskan volume ekspor produk perikanan pada 2020 mencapai 1,26 juta ton. Angkanya naik 6,6 persen dibandingkan 2019.
Dengan demikian, total nilai ekspor produk perikanan naik 5,4 persen menjadi US$5,2 miliar.
Di sisi lain, volume impor produk perikanan turun 6,3 persen menjadi hanya 0,28 juta ton. Alhasil, nilai impor ikut tergerus 10,2 persen menjadi Rp400 juta.
Secara keseluruhan, neraca produk perikanan 2020 surplus US$4,77 miliar. Realisasi tersebut naik 7,08 persen dibandingkan 2019.