Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan ketegasan dan tak kenal kompromi terhadap praktik ilegal di sektor kelautan dan perikanan yang terjadi di wilayah perairan Indonesia.
Ketegasan KKP di era Menteri Sakit Wahyu Trenggono ditunjukkan dengan penindakan tanpa ampun terhadap ilegal fishing dan destructive fishing serta penanganan penyelundupan Benih Bening Lobster.
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) dan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM KHP) berhasil menggagalkan berbagai praktik ilegal di sejumlah wilayah pada periode Januari sampai dengan April.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kuartal I 2021, Ditjen PSDKP juga telah menangkap 72 kapal dengan rincian 12 kapal asing pelaku illegal fishing (5 kapal berbendera Malaysia dan 7 kapal berbendera Vietnam). Sedangkan 60 lainnya merupakan kapal ikan Indonesia yang melakukan pelanggaran operasional.
"Dalam 100 hari kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan, Ditjen PSDKP telah melakukan penangkapan terhadap 72 kapal," ujar Plt Dirjen PSDKP, Antam Novambar dalam konferensi pers yang digelar KKP, Kamis (15/4).
Puluhan kapal tersebut langsung ditangani secara hukum. Saat ini 3 kapal telah diputus pengadilan (inkracht), 4 kapal proses persidangan, 5 kapal telah dilakukan penyerahan ke Jaksa (P-21 Tahap II).
Kemudian 9 kapal dalam telah P-21 Tahap I, 32 kapal dalam proses penyidikan, 8 kapal diberikan sanksi administrasi, dan 11 kapal dalam proses pemeriksaan pendahuluan. Pada proses ini, KKP bergerak bersama Kejaksaan Agung.
Antam mengatakan, sejumlah modus operandi yang sering ditemukan di lapangan, diantaranya kapal-kapal ilegal khususnya di laut Natuna, beroperasi dengan berpencar. Hal itu memang tampaknya sengaja dilakukan untuk menyulitkan KKP melakukan penindakan.
"Selain itu alat tangkap yang digunakan juga semakin beragam, bukan hanya trawl, yang terbaru, penangkapan 5 kapal menggunakan alat tangkap jaring cumi," jelas Antam.
Selain fokus pada penanganan praktik illegal fishing, KKP juga berkomitmen menjaga keberlanjutan ekosistem kelautan dengan menindak penangkap ikan dengan cara merusak (destructive fishing). Seperti penangkapan menggunakan bom ikan, setrum, maupun bius ikan. Antam menjelaskan selama 2021 ini, Ditjen PSDKP telah mengamankan 41 pelaku destructive fishing.
KKP bersama dengan Kejaksaan Agung dan Satgas 115 juga melakukan penenggelaman terhadap barang bukti tindak pidana kelautan dan perikanan. Setidaknya ada 26 kapal illegal fishing serta alat penangkapan dan perlengkapan kapal lain yang dimusnahkan di sejumlah lokasi seperti Batam, Banda Aceh, Pontianak, dan Natuna.
Sebagai tindak lanjut pelaksanaan pengawasan terhadap alat penangkapan ikan yang dilarang dan ikan berbahaya, Ditjen PSDKP juga melakukan pemusnahan alat tangkap, alat bantu penangkapan dan ikan invasive.
"Total sebanyak 221 barang hasil pengawasan dimusnahkan," jelas Antam.
Tidak sampai di situ, Ditjen PSDKP-KKP juga berkolaborasi dengan Dit Polair Mabes Polri untuk mengungkap sejumlah praktik penyelundupan lobster selama periode Januari sampai dengan April ini.
"Beberapa hari lalu kami mendukung proses penggagalan penyelundupan di Jambi, sebelumnya pada bulan Februari kami dan Polair juga melakukan penangkapan pelaku pengepul di Pandeglang dan mengamankan 4.153 ekor BBL," tegas Antam.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pemantauan dan Operasi Armada, Pung Nugroho Saksono menyampaikan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan telah memberikan instruksi agar Ditjen PSDKP bertindak tegas baik terhadap kapal asing maupun kapal Indonesia yang melakukan pelanggaran.
"Termasuk ketegasan terhadap kapal Indonesia, juga perlu dilakukan dalam rangka mengawal kebijakan pengelolaan perikanan yang lestari dan peningkatan PNBP," ujar Ipunk.
![]() |
Pencegahan Penyelundupan Benih Lobster
Selain Ditjen PSDKP, Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) pun melakukan pengawasan ketat di bandara, pelabuhan maupun pintu-pintu perbatasan negara. Itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penyelundupan sumber daya kelautan dan perikanan, terutama Benih Benih Lobster (BBL).
Penangkapan aksi penyelundupan BBL ini merupakan sinergi dengan seluruh pihak, baik dari lingkup KKP maupun instansi lain seperti Polri, Kejaksaan, TNI AL, Bea Cukai dan lainnya serta pemerintah daerah.
"Kita perlu memperkaya negara ini, dengan sistem perikanan budidaya" ujar Kepala BKIPM, Rina.
Total kasus pelanggaran yang terjadi sejak 23 Desember sampai 14 April 2021, tercatat sebanyak 35 kasus, dengan nilai sumber daya ikan yang diselamatkan setara Rp210 miliar.
Rina menyampaikan terdapat top 8 kejadian pelanggaran penyelundupan pada periode tersebut, diantaranya 2 kasus di Tarakan, 3 kasus di Makassar, di Gorontalo, Tahuna serta Jakarta I masing-masing 2 kasus, 3 kasus masing-masing dari Surabaya I dan Mataram, serta 8 kasus di Jambi.
Sebagai upaya pencegahan, Rina menyebut telah melakukan sejumlah upaya seperti melakukan analisis dan mitigasi risiko di tempat-tempat rawan penyelundupan, melakukan peningkatan pengawasan di tempat-tempat rawan penyelundupan serta membangun sinergitas pengawasan dan penanganan kasus antarinstansi terkait.
"Sekali lagi, keberhasilan dari penanganan penyelundupan BBL ini bukan hanya hasil kerja BKIPM, namun merupakan hasil dari banyak pihak, dan terus kami upayakan," tegas Rina.
(osc)