Ikuti Saran Ombudsman, KKP Resmi Setop Ekspor Benih Lobster

CNN Indonesia
Kamis, 08 Apr 2021 18:39 WIB
Kementerian Kelautan dan Perikanan resmi melarang ekspor benih bening lobster (benur) sebagai tindaklanjut dari rekomendasi ombudsman RI.
Kementerian Kelautan dan Perikanan resmi melarang ekspor benih bening lobster (benur) sebagai tindaklanjut dari rekomendasi ombudsman RI.(ANTARA FOTO/Ardiansyah).
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi melarang ekspor benih bening lobster (benur) sebagai tindaklanjut dari rekomendasi ombudsman RI.

Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Rina mengatakan Menteri KKP telah memutuskan hanya memperbolehkan ekspor lobster serta tangkapan laut dengan standar ukuran konsumsi.

Dengan demikian, ekspor benur yang sebelumnya dibolehkan melalui Peraturan Menteri KP nomor 12 tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Indonesia dihentikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang dipilih adalah opsi kedua saran dari Ombudsman, yaitu merevisi Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020. Kami juga akan mengarah pada penggunaan teknologi yang lebih baik sehingga Indonesia dapat menjadi pemain lobster kelas dunia," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (8/4).

Dalam hal pengawasan, Rina menyatakan KKP juga akan mengawal agar tidak ada benih lobster yang ke luar negeri secara ilegal.

"Pak Menteri Kelautan dan Perikanan sudah bersurat kepada Bapak Kapolri untuk menjaga agar benih lobster tidak keluar secara ilegal. Agar dapat fokus pada budidaya lobster yang menyejahterakan masyarakat kelautan Indonesia," imbuhnya.

Sebelumnya, Ombudsman RI menyampaikan menyampaikan hasil Rapid Assessment terkait tata kelola ekspor benih bening lobster sesuai Permen KP nomor 12 tahun 2020.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyatakan latar belakang dilaksanakannya kajian ini adalah hasil deteksi dini dan penelusuran informasi oleh Ombudsman RI, yang mengarah pada munculnya empat potensi maladministrasi.

"Empat potensi maladminitrasi yang ditemukan yaitu pertama, adanya diskriminasi pemenuhan kriteria sebagai nelayan penangkap benur serta proses penetapan eksportir benur dan nelayan benur. Kedua, adanya permintaan imbalan pada pemenuhan persyaratan teknis penetapan eksportir benur dan penetapan nelayan penangkap benur," terang Yeka.

Ia melanjutkan, temuan ketiga adalah adanya tindakan sewenang-wenang dari eksportir benur dalam penentuan skema kerja sama atau pola kemitraan dengan nelayan penangkap BBL.

Keempat, Ombudsman RI juga menemukan penyalahgunaan wewenang dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP dan eksportir BBL atas penetapan harga BBL yang menggunakan kriteria harga patokan terendah.

Hasil temuan tersebut kemudian disampaikan kepada KKP pada 15 Februari 2021. Dalam kesempatan yang sama, Ombudsman RI juga menyampaikan dua opsi saran Ombudsman.

Pertama, mencabut atau merevisi Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 dan merancang peraturan baru yang mengatur ekspor benur dalam batas waktu 3 tahun dengan evaluasi per tahun oleh BUMN Perikanan, serta mengatur peruntukan sebagian keuntungan untuk pengembangan budidaya.

Kedua, merevisi Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 dengan membatasi ekspor hanya untuk lobster hasil budidaya oleh pelaku swasta serta mengkaji dan membentuk Sovereign Wealth Fund khusus untuk komoditi hasil laut dan memanfaatkan dananya untuk mendanai riset dan pengembangan budidaya lobster serta produk perikanan lainnya.

Setelah opsi saran kedua dipilih oleh KKP, Ombudsman RI akan melakukan monitoring tindak lanjut dalam pelaksanaannya.

"Dalam dua bulan ke depan akan dilaksanakan serangkaian diskusi publik terkait monitoring revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Indonesia," tandas Yeka.

[Gambas:Video CNN]



(hrf/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER