Prajogo Pangestu mendaki puncak orang terkaya di Indonesia. Setelah Robert Budi Hartono dan Michael Hartono, Forbes mendapuk Prajogo sebagai orang terkaya ke-404 di dunia dan ketiga di Indonesia dengan kekayaan sebesar US$6,3 miliar atau setara Rp91,3 triliun per Selasa (20/4).
Prajogo tercatat bertahan sebagai orang terkaya ketiga di Indonesia dalam dua tahun terakhir, meskipun Forbes menaksir kekayaan Prajogo turun US$92 juta. Kekayaan itu diketahui menyusut di tengah perjuangan perusahaan menghadapi pandemi covid-19.
Beruntung pada awal tahun ini, saham perusahaan mulai bangkit bergerak menguat. Ia menaungi PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan juga PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (PTIA).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana kiprahnya menjadi pengusaha?
Prajogo adalah pengusaha, investor, sekaligus filantropis keturunan China di Indonesia.
Usaha Prajogo mendaki urutan teratas di daftar orang terkaya di Indonesia tidak lah mudah. Pria yang lahir dari keluarga Hakka Guandong, China, ini harus terlebih dulu menjajal profesi sebagai sopir angkot sebelum dikenal sebagai pebisnis.
Iya, Prajogo hidup dalam himpitan kemiskinan. Ayahnya yang cuma penyadap getah karet hanya mampu menyekolahkan Prajogo hingga tingkat menengah pertama alias SMP.
Dari sana lah, bapak dari tiga anak ini memutar otak dan bekerja keras. Terbukti, kemiskinan tidak membuatnya gentar.
Boleh dibilang, pertemuannya dengan pengusaha kayu Malaysia Bong Sun On atawa Burhan Uray menjadi pintu awal Prajogo mengenal industri kayu.
Dari Burhan, ia meniti karir di PT Djajanti Group. Kerja kerasnya terbayar saat Burhan mengangkatnya menjadi General Manager (GM) Pabrik Plywood Nusantara di Gresik, Jawa Timur.
Hanya setahun menikmati jabatan sebagai GM, Prajogo memberanikan diri untuk memulai usahanya sendiri. Bermodalkan utang kredit bank, ia membeli CV Pacific Lumber Coy.
Di tangan dinginnya, pria kelahiran Sungai Betung, Sambas, Kalimantan Barat, 13 Mei 1944 silam ini menyulap Pacific Lumber Coy menjadi perusahaan publik.
Barulah pada 2007 lalu, ia mengganti nama perusahaannya menjadi PT Barito Pacific Tbk. Bersamaan dengan itu, ia pun mulai mengurangi bisnis perkayuan, bersamaan dengan itu ia memperbesar bisnis petrokimia, migas, dan tambang.
Perkembangan bisnisnya yang pesat membuat Prajogo mengambil alih sejumlah perusahaan. Lewat Barito Pacific, ia mengakuisisi 70 persen saham perusahaan petrokimia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.
Ia juga mengakuisisi PT Tri Polyta Indonesia Tbk yang kemudian dimerger dengan Chandra Asri Petrochemical pada 2011 lalu. Saat ini, perusahaan tersebut dikenal sebagai produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.