Ekonom Senior CORE Indonesia Hendri Saparini menyebut 2,9 juta pengangguran baru akibat pandemi covid-19 jadi penyebab mandeknya konsumsi rumah tangga alias daya beli masyarakat.
Selama ini, mereka hanya mengandalkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah untuk dapat bertahan dari hari ke hari dan tidak dapat meningkatkan pengeluaran.
"Bansos itu hanya sebagai survival. Nah, sementara dia membutuhkan tambahan income (pendapatan) untuk bisa menaikkan spending (belanja) mereka. Jadi inilah yang kemudian menjadi PR besar bagi Indonesia," ujarnya dalam webinar 'Menakar Efektivitas Stimulus Ekonomi', Selasa (4/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain pengangguran, Hendri juga menyebut rendahnya pengeluaran masyarakat berpendapatan atas dan menengah turut menahan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Padahal, struktur konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 65 persen terhadap PDB didominasi oleh dua kelas tersebut, yakni masyarakat berpendapatan atas dan menengah.
Namun sampai saat ini, mereka masih memprioritaskan penghasilannya untuk menabung dan berinvestasi karena tingginya kekhawatiran atas covid-19.
"Mereka belum spending, mereka masih akan tetap bertahan dengan kondisi seperti ini karena bagi mereka kesehatan itu nomor satu," tuturnya.
Hendri merinci, 20 persen masyarakat dengan pendapatan teratas dan 40 persen masyarakat berpendapatan menengah berkontribusi masing-masing sebesar 45,5 persen dan 36,8 persen terhadap konsumsi rumah tangga.
Sementara, 40 persen kelompok masyarakat berpendapatan rendah hanya berkontribusi sebesar 17,7 persen terhadap total konsumsi rumah tangga.
"Kelas menengah dan atas itu penentu konsumsi kita, yakni 82 persen lebih di mana 45,5 persen kelas teratas dan 36,8 persen adalah menengah. Mereka belum bergerak, sementara 40 persen yang paling bawah itu mereka sangat bergantung pada bantuan sosial," jelasnya.
Seperti diketahui,Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan di tengah pandemi covid-19 sejauh ini mencapai 2,9 juta pada Mei tahun lalu.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menuturkan jumlah tersebut terdiri dari 1,7 juta orang yang sudah terdata dan 1,2 juta orang yang masih dalam proses validasi data.
Meski demikian,per 16 April lalu data terbaru menunjukkan jumlah PHK hanya 1,94 juta pekerja yang terdiri dari 1,5 juta pekerja sektor formal dan 443 ribu pekerja sektor informal.