Ekonomi Jepang merosot 5,1 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal I 2021. Angka itu lebih rendah dari proyeksi pasar, kontraksi 4,6 persen, dan berbalik arah dari laju 11,6 persen pada kuartal sebelumnya.
Dilansir dari Reuters, Selasa (18/5), ekonomi menyusut utamanya karena konsumsi rumah tangga turun 1,4 persen di tengah pandemi. Status darurat untuk melawan penyebaran virus covid-19 menekan belanja untuk pakaian dan makan di luar.
Selain itu, kontraksi ekonomi juga disebabkan oleh belanja modal (capital expenditure) yang turun 1,4 persen. Realisasi itu di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan pertumbuhan 1,1 persen mengingat perusahaan mulai kembali belanja peralatan untuk mesin dan kendaraan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, ekspor tumbuh 2,3 persen berkat permintaan global untuk kendaraan dan elektronik yang mulai bangkit. Namun, lajunya melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang melesat 11,7 persen. Hal itu menimbulkan kekhawatiran mengingat permintaan domestik masih lemah.
Tercatat, permintaan domestik menekan 1,1 persen poin Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Semantara, ekspor menyeret 0,2 persen point.
"Permintaan domestik yang lemah menunjukkan dampak yang merugikan dari pandemi belum berakhir," ujar Kepala Ekonom Norinchukin Research Institute Takeshi Minami.
Kondisi itu, menurut Minami, membuat permintaan luar negeri menjadi andalan untuk saat ini.
Secara kuartalan, ekonomi Jepang turun 1,3 persen pada periode Januari-Maret 2021. Mengutip AFP, realisasi itu sejalan dengan ekspektasi sejumlah ekonom.
"Penurunan PDB akan berlanjut pada kuartal II 2021. Status darurat nasional ketiga yang diumumkan pada April lalu memangkas jam kerja dan memberi waktu cuti yang lebih panjang dari sebelumnya, dan kemungkinan akan diperpanjang ," ujar Ekonom Senior SuMi Trust Naoya Oshikubo dalam pernyataan yang dirilis sebelum angka pertumbuhan ekonomi resmi Jepang disampaikan.