Pemerintah mempersiapkan dua alternatif memungut pajak karbon (carbon tax). Tujuannya, untuk memaksimalkan pendapatan negara seiring dengan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Informasi tersebut tercantum dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022.
"Carbon tax di Indonesia sejauh ini diistilahkan dengan pungutan karbon. Hal tersebut dikarenakan carbon tax dapat memiliki bentuk yang beragam baik perpajakan maupun non perpajakan," bunyi dokumen tersebut dikutip Jumat (21/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alternatif pungutan pajak karbon pertama adalah menggunakan instrumen perpajakan yang tersedia saat ini. Mulai dari cukai, PPh, PPN, PPnBM, maupun PNBP di tingkat pusat hingga Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor di level daerah.
Kedua, pemerintah membentuk instrumen baru, yaitu pajak karbon. Tetapi, instrumen baru ini perlu revisi UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Nantinya, objek pajak dikenakan pada emisi yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi atau objek sumber emisi.
"Tidak berbeda dengan praktik pada negara lain, objek potensial yang dapat dikenakan carbon tax di Indonesia adalah bahan bakar fosil dan emisi yang dikeluarkan oleh pabrik maupun kendaraan bermotor," bunyi dokumen itu.
Untuk penggunaan emisi atas kegiatan ekonomi, maka pemerintah akan fokus pada pengenaan pajak karbon pada industri pulp and paper, semen, pembangkit listrik, dan petrokimia.
Pada banyak negara, pajak karbon dibebankan pada bahan bakar fosil dengan melihat potensi emisi yang ditimbulkan akibat penggunaannya.
Sejumlah negara yang memberlakukan pajak karbon adalah Jepang, Singapura, Perancis, Cili dengan rentang tarif pajak US$3 sampai dengan US$49 per ton CO2e. Sementara itu, sektor yang dibebankan pajak karbon ini beragam mulai industri, pembangkit, transportasi, maupun bangunan.
Rencana pungutan pajak karbon telah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Hal tersebut tertuang dalam revisi UU KUP
'Di dalamnya (RUU KUP) ada carbon tax atau pajak karbon dan juga di dalamnya ada terkait dengan pengampunan pajak (tax amnesty)," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Halal bi Halal virtual pada Rabu (19/5).
Untuk diketahui, RUU tersebut sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun ini.
Airlangga mengatakan selain tax amnesty, RUU tentang KUP tersebut juga mencakup perubahan tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi dan badan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang jasa, dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan cukai.