Megawati Bicara Pajak, Singgung Nomor Identitas Tunggal

CNN Indonesia
Jumat, 28 Mei 2021 19:26 WIB
Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri mengatakan penerapan single identity number (SIN) pajak berpotensi membuat penerimaan negara surplus.(CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri mengatakan penerapan single identity number (SIN) atau nomor identitas tunggal pajak membuat penerimaan negara surplus. Hal ini sudah terbukti saat ia menjabat pada 2001-2004 lalu.

Megawati mengatakan target penerimaan pajak selalu tercapai selama selama empat tahun ia menjabat. Bahkan, rasio pajak sempat tembus 12,3 persen.

"Pada 2001 penerimaan pajak surplus Rp1,7 triliun dan 2002 kembali surplus dan membukukan penerimaan pajak lebih dari Rp180 triliun. Pada 2002 dan 2003, penerimaan pajak mampu menutupi pengeluaran rutin negara," ucap Megawati dalam Webinar: Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Penerapan SIN Pajak Demi Kemandirian Fiskal Indonesia, Jumat (28/5).

Ia mengatakan SIN pajak juga bisa mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Hal ini karena semua dilakukan secara transparan.

"Lalu meningkatkan penerimaan negara secara sistemik, mewujudkan proses pemeriksaan yang sistematis, mencegah kredit macet. Bahkan SIN pajak mampu mewujudkan Indonesia yang sejahtera," ujar Megawati.

Megawati bercerita bahwa tak mudah saat ia menjadi presiden dulu. Pasalnya, ia harus menyelesaikan dampak krisis moneter saat itu.

"Bayangkan, lebih dari 300 ribu kasus kredit macet dapat diselesaikan dengan perintah TAP MPR," imbuh Megawati.

Saat itu, ia sempat berdiskusi dengan Direktur Jenderal Pajak (DJP) saat itu, yakni Hadi Poernomo, agar penerimaan negara bisa optimal. Salah satunya dengan penerapan SIN pajak.

"Dari situ banyak diskusi SIN pajak, saat itu Pak Hadi Dirjen Pajak menjelaskan konsep SIN pajak yang akan dibangun. SIN pajak dibuat dengan konsep transparansi perpajakan," jelas Megawati.

Menurutnya, konsep awal transparansi perpajakan sebenarnya sudah diperkenalkan sejak zaman Presiden Indonesia pertama Soekarno, tepatnya pada 31 Desember 1965 silam. Saat itu, Soekarno mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 1965.

"Jadi kalau orang sekarang menggembar-gemborkan transparansi, sebenarnya Bung Karno sudah terlebih dahulu mengenalkan konsep transparansi dalam sistem perpajakan dari 1965," jelas Megawati.

Ia menjelaskan SIN pajak tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2001 tentang APBN 2002. Lalu, ada pula dalam Keppres Nomor 72 Tahun 2004 yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara melalui SIN pajak.

Saat itu, pemerintah rupanya juga sedang merampungkan perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan memasukkan konsep SIN pajak. Kemudian, aturan itu disahkan DPR melalui UU Nomor 28 Tahun 2007.

Namun, implementasi aturan itu masih terhambat. Pasalnya, masih ada uu lain yang tentang menjaga kerahasiaan, seperti UU Perbankan.

Masalah tersebut, kata Megawati, diselesaikan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2017. Beleid itu disahkan DPR melalui UU Nomor 9 Tahun 2017 sebagai penyempurnaan UU Nomor 28 Tahun 2007.

"Maka Perppu Nomor 2 Tahun 1965, lalu UU Nomor 19 Tahun 2001, dan Keppres Nomor 72 Tahun 2004, serta UU Nomor 9 Tahun 2017, saya kira merupakan sebuah rangkaian dalam satu garis lurus sebagaimana pengelolaan perpajakan seharusnya dilakukan," pungkas Megawati.



(aud/age)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK