Menteri Keuangan Sri Mulyani mengantisipasi dinamika harga minyak global yang berada dalam tren kenaikan. Menurutnya, kenaikan harga minyak global memberikan dampak positif dan negatif bagi APBN.
Ia menuturkan kenaikan harga minyak global mampu menambah pendapatan negara dari impor minyak dan gas (migas). Namun, saat yang bersamaan, penguatan minyak global juga akan membebani APBN.
"Arah pergerakan harga minyak mentah dunia saat ini, masih cenderung meningkat. Hal ini memberikan dampak yang positif pada sisi penerimaan minyak dan gas APBN. Namun, di sisi lain, harga yang meningkat dari minyak dapat menjadi risiko bagi besarnya subsidi energi yang akan mempengaruhi postur APBN juga," ujarnya dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (31/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pekan lalu, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli naik 17 sen atau 0,20 persen menjadi US$69,63 per barel. Patokan minyak internasional itu berhasil menembus rekor harga tertinggi dalam dua tahun terakhir atau sejak Mei 2019 lalu.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 53 sen atau 0,79 persen menjadi US$66,32 per barel.
Bendahara negara menuturkan ada sejumlah sentimen yang mempengaruhi fluktuasi harga minyak global. Pertama, pandemi covid-19 tetap menjadi faktor utama yang berpengaruh pada fluktuasi harga minyak dunia.
Baca juga:Dua Skema Tax Amnesty Jilid II |
Kedua, pesatnya pengembangan dan penggunaan energi alternatif juga mempengaruhi harga minyak global. Oleh sebab itu, pemerintah mempertimbangkan faktor perubahan iklim usaha bidang migas dalam merancang APBN 2022.
Ketiga, perubahan tensi geopolitik dunia juga perlu diwaspadai terhadap tren harga minyak global.
"Pemerintah memandang asumsi harga minyak di 2022 dalam kisaran US$55-US$65 per barel mencerminkan dinamika dan ketidakpastian di atas," ujarnya.