Bank BCA merupakan salah satu bank swasta terbesar di Indonesia. Jutaan orang dan perusahaan di Indonesia menggunakan bank BCA untuk berbagai macam transaksi. Pada awal berdirinya, Bank BCA sempat menjadi bagian dari Salim Group.
Dalam perjalanannya Bank BCA kini telah sepenuhnya menjadi milik Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono yang juga pemilik dari salah satu produsen rokok besar di Indonesia, Djarum.
Baca juga:7 Bank Antre Jadi Bank Digital |
Sejarah berdirinya Bank BCA dimulai pada 21 Februari 1957. Soedono Salim atau yang juga dikenal dengan Liem Sioe Liong merupakan pendiri Bank BCA.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun cikal bakal BCA berdiri terbentuk pada 1955 yang merupakan NV Perseroan Dagang dan Industri Semarang Knitting Factory (Pabrik rajut).
Setelah beroperasi selama dua tahun, NV Perseroan Dagang dan Industri mengubah nama dan bisnis perusahaannya menjadi perbankan dengan nama NV Bank Central Asia.
Setelah mengubah namanya, Soedono Salim memindahkan kantor pusat yang sebelumnya di Semarang ke Asemka, Jakarta tahun 1957. Kemudian pada 2 September 1975 nama NV Bank diubah permanen menjadi PT Bank Central Asia.
![]() |
Selanjutnya pada 1977 Bank BCA melakukan merger atau penggabungan dengan dua bank lain. Salah satunya Bank Gemari milik Yayasan Kesejahteraan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Merger ini membuat BCA menjadi bank devisa.
Status bank devisa lalu dimanfaatkan BCA pada 1980-an dengan mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia agar mendapat izin mengeluarkan dan mengedarkan kartu kredit atas nama BCA yang berlaku internasional.
Di satu sisi, BCA juga memperluas jaringan kantor cabang dan mengembangkan berbagai produk dan layanan. Untuk menjangkau lebih banyak masyarakat, BCA juga mengembangkan sistem teknologi informasi.
Program Tabungan Hari Depan atau Tahapan BCA lahir pada tahun 1980-an.
Pengembangan sistem teknologi tersebut berupa Anjungan Tunai Mandiri atau ATM. Pemaksimalan penggunaan ATM dilakukan dengan cara kerja sama BCA dan PT Telkom. Kerja sama berupa pembayaran tagihan telepon dapat dilakukan dari ATM BCA.
Selain itu, BCA juga bekerja sama dengan Citibank untuk memudahkan para pengguna kartu Citibank dalam membayarkan tagihannya melalui ATM BCA.
Kemudian, krisis moneter yang terjadi pada 1998 juga menghantam keras BCA. BCA sempat mengalami bank rush atau penarikan besar-besaran uang nasabah karena dianggap tidak akan dapat beroperasi lagi.
Situasi dan kondisi tersebut membuat BCA masuk dalam program rekapitalisasi dan restrukturisasi BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
Rekapitulasi tersebut menghasilkan pemerintah Indonesia melalui BPPN menguasai 92,8 persen saham BCA.
Pembelian saham tersebut sebagai bentuk Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Awal tahun 2000 nilai saham pemerintah berkurang menjadi 70,3 persen.
Hal itu terjadi setelah BPPN melakukan divestasi sebesar 22,5 persen dari seluruh saham BCA melalui IPO atau Penawaran Saham Publik Perdana. Nilai kepemilikan saham pemerintah terus menurun sampai pada 2005 dengan nilai kepemilikan saham sebesar 5,02 persen.
Pada awal 2000 saat proses rekapitulasi terjadi, BCA telah mengembangkan banyak sistem bisnis miliknya. Hal ini terlihat pada tahun 2007 BCA meluncurkan kartu prabayar Flazz dan mulai menjajal layanan mobile banking, debit, tunai, internet banking, dan sebagainya.
Pengembangan bisnis juga mencakup kompetensi di bidang penyaluran kredit, termasuk penyaluran kredit mobil dan kredit kepemilikan rumah melalui anak perusahaannya yakni BCA Finance.
Melansir laman resminya, kini Bank BCA telah memiliki 8 anak perusahaan perbankan yang mencakup berbagai sektor.
(imb/fef)