Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan sejumlah catatan atas pengendalian banjir DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan. Khususnya, penanganan melalui peningkatan sistem drainase perkotaan serta optimalisasi resapan dan penampung air pada tahun anggaran 2017 hingga semester I 2020.
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020 atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), BPK menilai pengendalian banjir di ibu kota dalam empat tahun terakhir dinilai belum optimal.
"Penanganan banjir di DKI Jakarta masih cenderung reaktif dan belum mengacu kepada perencanaan yang jelas. Akibatnya, pelaksanaan program pengendalian banjir tidak terarah dan tidak efektif dalam menangani banjir dan genangan," tulis BPK dalam IHPS II 2020, dikutip CNNIndonesia.com Kamis (24/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pengendalian banjir melalui konsep pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara terpadu juga belum didukung kelembagaan yang memadai, sehingga tingkat kerusakan DAS Ciliwung belum dapat ditangani secara optimal.
Di sisi lain, menurut BPK, Pemprov DKI Jakarta belum melakukan review dan pemutakhiran data sungai dan sistem drainase perkotaan dalam mendukung pengendalian banjir.
Hal ini membuat sistem informasi pengendalian banjir yang ada belum dapat digunakan untuk simulasi model pengendalian banjir.
Tak hanya itu, implementasi pengendalian banjir melalui peningkatan kapasitas sistem drainase perkotaan pun belum optimal dalam upaya pengendalian banjir.
Ini terlihat dari belum memadainya pengintegrasian dan operasional jaringan drainase, minimnya pemeliharaan sungai dan drainase serta belum efektifnya monitoring dan evaluasi pengendalian banjir melalui peningkatan kapasitas sungai.
"Akibatnya, daya rusak air sebagai penyebab banjir dan genangan di DKI Jakarta menjadi tidak tertangani secara optimal," tulis BPK.
Penataan ruang dan upaya nonfisik lainnya dalam upaya pengendalian banjir juga dinilai tak maksimalkan, terlihat dari masih adanya pelanggaran pemanfaatan sempadan sungai dan saluran air.
Kemudian perencanaan dan pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan waduk/situ/embung, penegakan hukum dan peningkatan partisipasi masyarakat melalui penerapan insentif dan disinsentif juga belum memadai.