Rencana pemerintah menghapus pengecualian dan fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN) ke sejumlah barang dan jasa rupanya mirip dengan kebijakan perpajakan yang ada di banyak negara di dunia, salah satunya China.
"China tidak memberikan pengecualian PPN, tetapi memberikan fasilitas Zona Ekonomi Khusus," ungkap Kementerian Keuangan dalam laporan APBN KiTa edisi Juni 2021, seperti dikutip CNNIndonesia.com, Kamis (24/6).
Begitu pula dengan Singapura yang tidak memberikan fasilitas PPN. Negara tetangga Indonesia itu hanya mengecualikan PPN bagi sektor properti dan jasa keuangan saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Indonesia, sambung Kemenkeu, terlalu banyak memberi pengecualian PPN terhadap barang dan jasa. Maka dari itu, rencana penghapusan pengecualian PPN pada masa depan tengah dikaji.
"Indonesia banyak sekali memberikan pengecualian dan fasilitas PPN ini. Akibatnya timbul ketidakadilan buat masyarakat," tulis Kemenkeu.
Lebih lanjut, menurut Kemenkeu, kebijakan pengecualian PPN selama ini membuat masyarakat berpenghasilan tinggi diuntungkan karena mengonsumsi barang dan jasa yang sama dengan masyarakat berpenghasilan rendah, tapi mereka tidak kena PPN padahal mereka mampu.
"Selain itu mengakibatkan adanya distorsi ekonomi," imbuhnya.
Sebab, pengecualian PPN membuat produk di dalam negeri tidak bisa bersaing dengan produk impor yang kebanyakan tidak kena PPN. Di sisi lain, Kemenkeu menilai pengecualian dan fasilitas PPN juga membuat pemungutan pajak menjadi kurang efisien karena biaya administrasi tinggi dan aktivitas ekonomi tidak terdata.
"Padahal Indonesia pada saat ini sedang berusaha keras untuk menghilangkan ekonomi bawah tanah," terang Kemenkeu.
Selain itu, pengecualian PPN membuat negara tidak bisa optimal mengumpulkan penerimaan pajak. Padahal, menurut catatan Kemenkeu, kinerja PPN Indonesia masih di bawah Thailand dan Singapura, yaitu cuma 3,6 persen dari PDB.
Rasio PPN Indonesia juga berada di bawah sesama negara peers, seperti Turki, Argentina, Afrika Selatan, dan Meksiko sekitar 6,62 persen. Sementara rata-rata tarif PPN di Indonesia kalah dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan mencapai 17 persen.