Buruh Endus Komersialisasi Vaksin Berbayar Kimia Farma

CNN Indonesia
Senin, 12 Jul 2021 10:54 WIB
KSPI menilai program vaksin berbayar, gotong royong yang dibayar pengusaha maupun dibayar oleh individu, berbau komersial dan dikendalikan produsen.
KSPI menilai program vaksin berbayar, gotong royong yang dibayar pengusaha maupun dibayar oleh individu, berbau komersial dan dikendalikan produsen. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto).
Jakarta, CNN Indonesia --

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mempermasalahkan program vaksin berbayar lewat Kimia Farma. Termasuk juga, program vaksin gotong royong yang dilakukan lewat Kadin Indonesia.

Presiden KSPI Said Iqbal tegas menolak vaksin berbayar karena mencium motif komersialisasi yang menguntungkan pihak tertentu.

"Vaksin berbayar yang dikenal dengan nama vaksin gotong royong, sekalipun biaya vaksinasi dibayar oleh pengusaha, apalagi vaksin berbayar secara individu, dikhawatirkan akan terjadi komersialisasi vaksin atau transaksi jual beli harga vaksin yang dikendalikan oleh produsen," tegasnya lewat rilis tertulis, Senin (12/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lewat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19, dijelaskan bahwa harga vaksinasi gotong royong buatan Sinopharm seharga Rp321.660 per dosis, dengan tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis.

Menurut Said, jika dijumlahkan total harga sekali penyuntikan adalah Rp439.570 atau berkisar Rp879.140 untuk dua kali penyuntikan.

Bercermin dari tes rapid antigen/PCR, Said menilai mekanisme harga di pasaran cenderung mengikuti hukum pasar. Hal serupa juga dikhawatirkan terjadi pada program vaksin gotong royong, yaitu buruh dibebankan biaya vaksinasi.

"Akhirnya ada semacam komersialisasi, dari yang awalnya digratiskan. Bahkan perusahaan yang awalnya menggratiskan rapid tes bagi buruh di tempat kerja masing-masing akhirnya setiap buruh harus melakukannya secara mandiri," jelasnya.

Kemudian, Said menyoroti kemampuan keuangan tiap perusahaan dan individu. Dia memperkirakan jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak lebih dari 10 persen dari total jumlah perusahaan di Indonesia.

Dengan kata lain, hanya 20 persen dari total jumlah pekerja di seluruh Indonesia yang perusahaannya mampu membayar vaksin gotong royong tersebut.

KSPI mengaku setuju dengan vaksin gotong royong, namun dengan syarat biaya ditanggung pemerintah. Sehingga, ia menilai tidak diperlukan vaksin berbayar individu dengan biaya sendiri.

"Intinya, KSPI mengharapkan kepada pemerintah agar pemberian vaksin untuk buruh dan setiap warga negara digratiskan," jelasnya.

Sebelumnya, pemerintah membuka opsi vaksin program berbayar lewat BUMN, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejatinya, program dibuka pada Senin (12/7). Namun, mengalami penundaan karena banyaknya pertanyaan dan animo masyarakat.

Di samping vaksin berbayar, pemerintah lebih dulu sudah membuka vaksin program gotong royong lewat Kadin Indonesia yang biayanya ditanggung oleh pengusaha. Sayangnya, program berjalan lambat dan menuai kritik sejumlah pihak.

[Gambas:Video CNN]



(wel/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER