Menkeu Proyeksi Nilai Tukar Rp14.200-Rp14.800 per Dolar AS
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp14.200 sampai Rp14.800 per dolar AS sampai akhir tahun ini. Asumsi tersebut sedikit lebih tinggi dari asumsi awal APBN Rp14.600 per dolar AS.
Ani, sapaan akrabnya, mengatakan proyeksi ini berasal dari kondisi rupiah yang cenderung melemah pada semester I 2021. Realisasi rerata kurs rupiah sebesar Rp14.299 per dolar AS pada paruh pertama tahun ini.
"Nilai tukar di akhir semester pertama cenderung melemah di tengah lonjakan kasus covid domestik dan respons market terhadap rencana normalisasi kebijakan moneter (bank sentral) AS dan berpotensi berlanjut pada semester kedua," imbuhnya, melalui rapat bersama Badan Anggaran DPR secara virtual, Senin (12/7).
Senada dengan Ani, Gubernur BI Perry Warjiyo juga mengakui bahwa mata uang Garuda masih cenderung terdepresiasi pada semester I 2021. Hal ini terjadi karena dampak kenaikan jumlah kasus harian covid-19 di Indonesia.
Padahal rupiah, klaimnya, punya dukungan yang kuat dari tren aliran modal asing yang masuk ke dalam negeri (capital inflow). Tercatat, inflow tembus Rp13,2 triliun pada April 2021.
"Tapi kemudian memang di akhir-akhir ini karena ada kenaikan covid-19 khususnya di Juni, sehingga menimbulkan outflow," tutur Perry dalam kesempatan yang sama.
Selain itu, pelemahan rupiah juga berasal dari pergerakan pasar terhadap mata uang negara lain terhadap dolar AS. "Rupiah melemah memang karena semua negara melemah, tapi tingkat pelemahan rupiah relatif lebih rendah ytd-nya 3,1 persen, lebih rendah dari Korea Selatan, Thailand, juga Turki," terangnya.
Kendati begitu, Perry mengklaim amunisi bank sentral nasional untuk menstabilkan kurs rupiah masih cukup besar. Hal ini tercermin dari jumlah cadangan devisa hingga pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder yang terus dilakukan BI.
Tercatat, cadangan devisa masih sekitar US$137,1 miliar per Juni 2021. Jumlahnya diklaim masih lebih dari cukup.
Sementara pembelian SBN di pasar sekunder untuk tahun ini diasumsikan mencapai Rp8,62 triliun. "Jadi, ke depan mungkin ada tekanan terhadap rupiah tapi kami akan lakukan stabilisasi dengan baik," pungkasnya.