Komisi VI DPR RI menyetujui Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN senilai Rp106 triliun. Suntikan modal itu terdiri dari tambahan PMN untuk tahun anggaran 2021 senilai Rp33,9 triliun dan PMN baru untuk usulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 sebesar Rp72,449 triliun.
"Komisi VI DPR RI dapat menyetujui usulan tambahan Penyertaan Modal Negara tahun anggaran 2021 sebesar Rp33,9 triliun untuk penanganan covid-19 dan untuk menggerakkan perekonomian nasional," ujar Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima saat membaca kesimpulan rapat, Rabu (14/7).
Dalam kesempatan itu, ia mengatakan Komisi VI DPR mendesak Kementerian BUMN mengalokasikan tambahan PMN 2021 kepada BUMN farmasi dan Pertamedika IHC untuk meningkatkan ketersediaan tempat tidur, ruang ICU, vitamin, dan obat-obatan pada pandemi covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aria menekankan pelaksanaan PMN harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta dilaporkan secara berkala kepada Komisi VI DPR.
"Hal-hal yang belum terakomodir dalam kesimpulan yang disampaikan, dari kawan-kawan Komisi VI dalam pendalaman kemarin akan kami jadikan dalam pendalaman, evaluasi, maupun laporan-laporan yang secara beskala di Komisi VI ini," tuturnya.
Untuk PMN 2022, pembahasan masih akan dilakukan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan nota keuangan tahun anggaran 2022 pada Agustus mendatang.
"Mengenai pembahasan lebih lanjut akan dilakukan pada masa sidang setelah nota keuangan tahun anggaran 2022 disampaikan oleh Presiden RI pada rapat paripurna," tuturnya.
Sejumlah anggota Komisi VI memberikan catatan pada persetujuan PMN tersebut. Anggota Komisi VI dari Fraksi Golkar Nusron Wahid mempertanyakan pemberian PMN 2022 kepada Perum Damri sebesar Rp250 miliar. Ia meminta agar penugasan itu dilakukan pada daerah perbatasan yang transportasinya belum masif sehingga tidak bersinggungan dengan sektor swasta.
"Dalam proposal disusun oleh Damri hanya untuk pengadaan dan peremajaan daripada angkutan di kota besar, yang itu sebetulnya conflict dan crowding out dengan Organda, karena itu kami minta penugasan di daerah perbatasan di mana transportasi belum masif," katanya.
Sementara, Anggota Komisi VI dari Fraksi PKS Nevi Zuairina menegaskan PKS menolak pemberian tambahan PMN 2021 yang berasal dari dana PEN dan Saldo Anggaran Lebih (SAL). PKS menilai dana itu hendaknya dialokasikan untuk penanganan dampak covid-19 yang belum jelas kapan berakhir, ketimbang menyuntik BUMN.
"Kami dari fraksi PKS menolak cadangan PEN dan SAL untuk PMN BUMN yang seharusnya bisa memberikan dividen sebagai PNBP justru sekarang malah jadi beban negara padahal sumber pendanaan dari pajak rakyat dan utang," katanya.
Baca juga:Cara Dapat Diskon Listrik PLN Juli 2021 |
Selain itu, Komisi VI DPR juga menyetujui pemberian PMN nontunai dalam bentuk ekuitas dari konversi rekening dana investasi (RDI) dan Subsidiary Loan Agreement (SLA). Nilainya sebesar Rp3,42 triliun yang terdiri dari Rp2,61 triliun untuk klaster pangan dan Rp809,9 miliar untuk klaster pertahanan.
"Komisi VI DPR RI menyetujui usulan konversi RDI/SLA dan eks BPPN menjadi Penyertaan Modal Negara non tunai tahun anggaran 2022 untuk menjadi usulan dalam RAPBN tahun anggaran 2022," kata Aria Bima.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri BUMN Erick Thohir sepakat untuk melaporkan secara berkala pelaksanaan tambahan PMN 2021 kepada anggota dewan. Ia juga mengaku siap untuk melakukan pendalaman mengenai PMN 2022 dengan Komisi VI usai pembacaan Nota Keuangan.
"PMN 2021 harus dilaporkan berkala ini menjadi bagian yang didukung oleh kami di Kementerian BUMN karena tentu dalam banyaknya BUMN sendiri itu pentingnya daripada kerja sama baik dengan Komisi VI dan saling mengawasi itu adalah hal positif yang terus kami lakukan," katanya.
(ulf/sfr)