Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkapkan lebih dari 10 persen buruh perusahaan manufaktur terinfeksi covid-19 selama PPKM darurat. Data itu dihimpun dari laporan tracing mandiri oleh perusahaan manufaktur di sejumlah daerah.
"Selama dimulainya PPKM darurat hingga hari ini, lebih dari 10 persen pekerja yang bekerja di sektor manufaktur dan pengolahan, baik padat karya maupun padat modal terpapar covid-19," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers, Kamis (15/7).
Ia menyebut tracing salah satunya dilakukan kepada 1.700 karyawan sebuah perusahaan yang berlokasi di Karawang. Hasil tracing menemukan 200 buruh positif covid-19 usai tes PCR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Selain di Karawang, kejadian serupa juga ditemukan di Bekasi. Dari puluhan ribu pegawai pabrik di daerah tersebut yang di-tracing, hampir 1.300 orang terpapar covid-19.
Kondisi serupa terjadi pada pabrik-pabrik di Tangerang, Purwakarta, Serang, Cilegon, Batam, Semarang, Sidoarjo, Gresik, dan kawasan industri lainnya. Mayoritas manufaktur tersebut bergerak pada sektor otomotif dan komponennya, elektronik dan komponennya, garmen, tekstil sepatu, peleburan besi, dan sebagainya.
"Kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan membahayakan nyawa buruh serta kelangsungan dunia usaha," imbuhnya.
Tidak hanya positif covid-19, ia menyatakan sejumlah buruh meninggal dunia usai terpapar virus. Perusahaan otomotif di Bekasi misalnya, katanya, mengungkapkan sudah 15 orang meninggal dunia akibat covid-19.
Sementara itu di Bandung, lebih dari 5 orang buruh meninggal serta di Purwakarta lebih dari 20 pekerja meninggal setelah terpapar covid-19 di lingkungan kerja.
Ia menuturkan kondisi ini disebabkan oleh proses isolasi mandiri (isoman) buruh yang tidak terpantau oleh Satgas Covid-19 dan puskesmas setempat. Pasalnya, perusahaan tempat mereka bekerja melarang buruh melaporkan kepada Satgas Covid-19 atau puskesmas setempat apabila positif covid-19 serta melakukan isoman.
"Karena kalau lapor, perusahaan akan ditutup. Itu perusahaan tidak mau. Kalau tutup sementara, pasti akan ada yang dirumahkan, sebagian sebagian besar buruh potong gaji atau upah, bahkan tidak menutup kemungkinan PHK," ujarnya.
Akibatnya, buruh yang melakukan isoman tidak mendapatkan fasilitas obat-obatan, vitamin, maupun tes PCR gratis dari Puskesmas setempat. Padahal, mereka memiliki keterbatasan finansial untuk membeli obat-obatan serta vitamin yang harganya merangkak naik.
Dampaknya, buruh tidak kunjung sembuh dan bahkan sampai menularkan covid-19 kepada anggota keluarga lainnya.
"Kondisi itu juga yang menjelaskan angka kematian isoman tinggi, pasti rata-rata dari pekerja atau buruh," tuturnya.
(ulf/agt)