Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat tidak efektif lantaran masih banyak pekerja pabrik yang tetap masuk selama pengetatan pembatasan itu. Kondisi ini terjadi pada kawasan industri di sejumlah kota.
"KSPI berpendapat PPKM darurat yang salah satu metodenya penyekatan itu tidak efektif, karena faktanya semua perusahaan-perusahaan pengolahan atau manufaktur masih tetap kerja 100 persen," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers, Kamis (15/7).
Menurutnya, proses produksi pabrik tidak bisa menggunakan skema 50 persen work from home (WFH) seperti yang berlaku pada sektor perdagangan maupun perkantoran. Hal ini membuat semua buruh terpaksa tetap masuk kerja di tengah lonjakan kasus covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
"Proses produksi kalau libur harus diliburkan semua karena dia supply chain, mata rantai yang tidak terputus, dalam proses produksi di industri pengolahan," imbuhnya.
Kondisi ini menyebabkan pabrik menjadi kluster baru penyebaran covid-19 lantaran semua pekerjanya tetap masuk serta sulit menjaga jarak karena tuntutan pekerjaan. Ia mengungkapkan lebih dari 10 persen buruh pada perusahaan manufaktur dikonfirmasi positif covid-19 selama PPKM darurat. Data itu dihimpun dari laporan tracing mandiri oleh perusahaan manufaktur pada sejumlah daerah
"Banyak perusahaan yang mendapat izin operasi dari Menteri Perindustrian (selama PPKM darurat), dengan dasar itu mereka tetap beroperasi. Itu menjelaskan mengapa sekarang kluster tenaga kerja buruh pabrik pengolahan lonjakannya tinggi sekali," ujarnya.
Seperti diketahui, PPKM darurat berlaku pada periode 3-20 Juli 2020. Selama pengetatan, sektor esensial boleh memberlakukan sistem bekerja dari kantor atau Work From Office (WFO) dengan kapasitas 50 persen dari pekerja. Sedangkan, sektor non esensial sepenuhnya menjalankan kegiatan dari rumah atau Work From Home (WFH).
Lihat Juga : |
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Panjaitan meminta kepada Kementerian Ketenagakerjaan untuk menata ulang jam kerja buruh. Salah satunya, menerapkan mekanisme sehari kerja di kantor, sehari selanjutnya kerja dari rumah.
Namun demikian, agar sistem kerja itu tak disalahtafsirkan perusahaan dengan mengartikan WFH tanpa upah bagi pekerja, ia meminta Ida untuk membuat aturan yang jelas
"Kalau seharusnya dia bekerja sebulan 30 hari, ini jadi 15 hari. Jadi sehari di rumah, sehari di tempat kerja. Ini juga pada prinsipnya untuk menghindari para pekerja/buruh tersebut 'dirumahkan'," ungkap Menko Luhut dalam keterangan resmi.