Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.352 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Jumat (6/8) sore. Mata uang Garuda melemah 0,21 persen jika dibandingkan dengan perdagangan Kamis (5/8) sore, yaitu Rp14.342 per dolar AS.
Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.369 per dolar AS, atau melemah dibandingkan posisi kemarin yakni Rp14.342 per dolar AS.
Sore ini, mayoritas mata uang di kawasan Asia melemah terhadap dolar AS. Tercatat, yen Jepang turun 0,01 persen, dolar Singapura melemah 0,01 persen, dolar Taiwan berkurang 0,11 persen, dan peso Filipina turun 0,33 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, yuan China turun 0,10 persen, ringgit Malaysia berkurang 0,02 persen, dan bath Thailand turun 0,39 persen. Sedangkan, won Korea Selatan dan rupee India menguat masing-masing 0,03 persen dan 0,12 persen.
Serupa, mata uang di negara maju kompak lesu dolar AS. Tercatat, poundsterling Inggris turun 0,09 persen, dolar Australia melemah 0,18 persen, dolar Kanada turun 0,03 persen, dan franc Swiss berkurang 0,12 persen.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan rupiah dipicu oleh pesimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi.
Pasar meragukan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2021 bisa mencapai target pemerintah di kisaran 4 persen-5,7 persen, meskipun pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2021 tembus 7,07 persen (yoy).
Dia menuturkan meski ekonomi tumbuh 7,07 persen, namun fakta di lapangan menunjukkan ekonomi benar-benar stagnan. Kondisi ini terlihat dari tutupnya beberapa perusahaan ritel, bahkan sebagian gulung tikar.
"Kondisi inilah yang membuat ragu kalau pertumbuhan ekonomi di kuartal IIII 2021 bisa di level 4 persen dan bahkan bisa turun di 1 persen-2 persen," jelasnya dalam riset resmi.
Dari sisi global, rupiah tertekan penguatan dolar AS dipicu oleh kekhawatiran pasar bahwa The Fed berpeluang mempercepat pengetatan kebijakan moneter.
"Pernyataan Wakil Gubernur The Fed Richard Clarida awal pekan ini bahwa kondisi untuk kenaikan suku bunga dapat dipenuhi pada akhir 2022 memicu kekhawatiran bahwa pengurangan aset dapat dimulai pada awal tahun ini," tandasnya.